Bebaskan Trio Petani Pakel dan Selesaikan Konflik Agraria Desa Pakel, Banyuwangi

“Aku bertanja kepadamu, sedangkan rakjat Indonesia akan mengalami tjelaka, bentjana, malapetaka dalam waktu yang dekat kalau soal makanan rakjat tidak segera dipetjahkan, sedangkan soal persediaan makanan bagi kita adalah soal hidup atau mati” – Soekarno, 1952.

 

Kemerdekaan dan kesejahteraan petani di Indonesia masih jauh dari harapan para pendiri bangsa. Kenyataan ini bisa dilihat di Banyuwangi, Jawa Timur, di mana 3 warga Desa Pakel (Mulyadi, Suwarno, Untung) yang tengah memperjuangkan ruang hidupnya dan berupaya melawan ketimpangan penguasaan lahan harus mengalami kriminalisasi. Peristiwa kelam itu puncaknya terjadi pada 3 Februari 2023, ketiganya ditangkap dan dibawa paksa ke Polda Jawa Timur atas tuduhan penyiaran berita bohong yang dapat menyebabkan keonaran di kalangan masyarakat. 

Atas persoalan tersebut, Mulyadi, Suwarno, Untung dan tim kuasa hukum berupaya mencari keadilan dengan mengajukan praperadilan pada Maret 2023, namun upaya tersebut ditolak oleh hakim sepenuhnya. Selanjutnya, kasus kriminalisasi ini berlanjut hingga ke meja hijau Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi. Ketiganya dianggap melanggar Pasal 14 dan 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan ancaman 10 tahun penjara.

Dalam proses persidangan di PN Banyuwangi, tim hukum warga Pakel yang tergabung  dalam Tim Kerja Advokasi Gerakan Rakyat Untuk Kedaulatan Agraria dan Sumber Daya Alam (TeKAD GARUDA) juga mendapatkan proses persidangan yang tidak biasa dan janggal. Sejak putaran sidang pertama pada 14 Juni 2023, warga bersama tim hukum mendapati adanya pembatasan pengunjung sidang dengan dasar bahwa sidang sudah ditayangkan secara live streaming di platform You Tube PN Banyuwangi. Puncaknya, pada 26 Oktober 2023, kenyataan pahit terjadi, PN Banyuwangi menjatuhkan vonis 5 tahun 5 bulan penjara terhadap tiga petani Desa Pakel. 

Putusan hakim PN Banyuwangi tersebut menjadi catatan hitam dalam penyelesaian konflik agraria di Jawa Timur, karena putusan hakim PN Banyuwangi dinilai bersikap Prejudice. Hakim tidak membuka mata pada fakta persidangan dan tidak mempertimbangkan pembelaan dari para terdakwa, ketidakjelasan objek berita bohong yang dituduhkan kepada terdakwa, kerugian materiil dan imateriil yang tidak pernah dibuktikan dalam persidangan dan hakim jude factie melampaui kewenangan hakim pidana. 

Untuk melawan ketidakadilan tersebut, maka TeKAD GARUDA melakukan upaya hukum banding melalui PN Banyuwangi ke Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya pada 13 November 2023. Upaya hukum banding ini diharapkan dapat membuahkan keadilan bagi 3 petani Desa Pakel yang dikriminalisasi, serta menerangi jalan gelap penyelesaian konflik agraria di Jawa Timur.

Patut digarisbawahi, 800 Kepala Keluarga (KK) yang turut berjuang dalam organisasi Rukun Tani Sumberejo Pakel ini, sebagian besarnya adalah kaum tuna kisma, artinya kelompok yang tidak memiliki lahan pertanian sama sekali (buruh tani). Sebagaimana diketahui, luas keseluruhan wilayah Desa Pakel adalah 1.309,7 hektare dan penduduknya berjumlah sekitar 2.760 jiwa. Dari total luasan tersebut, warga Pakel hanya mengelola lahan seluas 321,6 hektare, sisanya dikuasai oleh PT Bumi Sari dan Perhutani.

Dengan fakta ketimpangan agraria di atas, seharusnya dalam kasus Pakel ini, pemerintah mencegah adanya usaha-usaha dalam lapangan agraria dari organisasi organisasi dan perseorangan yang bersifat monopoli swasta – seperti yang ditekankan dalam Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) pasal 13 ayat (2). 

Dalam kasus ini, negara seharusnya juga dapat memberikan kemudahan dan perlindungan hukum atas persoalan tanah dan ruang hidup yang dihadapi warga Pakel, seperti yang telah diatur dalam UUPA, pasal 9 ayat 2, yang berbunyi: “Tiap-tiap warga negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi sendiri maupun keluarganya”.

Namun, cita cita “kemakmuran rakyat” yang menjadi landasan utama UUPA tersebut, sepertinya tidak dipahami dan dan diterjemahkan secara benar dalam berbagai kebijakan dan praktik penegakan hukum yang dapat mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh lapisan masyarakat di era terkini. 

 

Tuntutan:

Maka, dalam rangka untuk mendorong terciptanya “keadilan agraria dan sosial” bagi petani di Desa Pakel, kami mendesak agar:

  1. Pengadilan Tinggi Surabaya memberikan putusan bebas terhadap 3 petani Desa Pakel (Mulyadi, Suwarno, dan Untung).
  2. Kementerian ATR/BPN mencabut segera HGU PT Bumi Sari dan memulihkan seluruh hak-hak ekonomi, sosial, budaya warga Desa Pakel yang terampas.
  3. Aparat penegak hukum untuk menghentikan segala bentuk kriminalisasi terhadap para petani, dan elemen masyarakat lainnya yang sedang memperjuangkan hak-hak ruang hidupnya.

 

Contact Person

Jauhar Kurniawan (TeKAD Garuda/LBH Surabaya)

+6283856242782