Pemkot Surabaya Tutup Diri dari Publik: Gugat WALHI Demi Rahasiakan Dokumen AMDAL PLTSa Benowo

Pada Selasa, 4 November 2025 bertempat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya. WALHI Jawa Timur menghadiri sidang gugatan lanjutan dari Pemerintah Kota Surabaya yang tidak menerima atas keputusan dari Komisi Informasi (KI) Jawa Timur, yang menegaskan bahwa dokumen AMDAL PLTSa Benowo merupakan dokumen publik, sebagaimana yang telah dimintakan oleh WALHI Jawa Timur.

Komisi Informasi Publik Jawa Timur dalam putusan No. 67/PIII/KI-Prov.Jatim-PS-A/2025 mengabulkan seluruh permohonan WALHI Jawa Timur terkait akses dokumen AMDAL proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Waste to Energy di Benowo, Surabaya. Dalam putusan tersebut juga diterangkan bahwa Pemerintah Kota Surabaya wajib menyerahkan berkas AMDAL PLTSa Benowo paling lambat 10 hari kerja sejak putusan berkekuatan hukum tetap, dengan catatan bagian yang bersifat dikecualikan dapat dihitamkan atau dikaburkan.  

Putusan tersebut secara tidak langsung menegaskan bahwa dokumen AMDAL merupakan dokumen publik yang dapat diakses oleh setiap warga negara. Akan tetapi, pasca putusan sidang yang menyatakan keterbukaan akses dokumen AMDAL PLTSa Benowo, pemerintah Kota Surabaya memilih mengajukan permohonan keberatan, alih-alih menjalankan hasil putusan sidang.

Keputusan pemkot Surabaya ini melahirkan pertanyaan besar atas keterbukaan informasi publik PLTSa Benowo. Pengajuan keberatan itu diajukan dengan dalih yang sama, bahwa AMDAL merupakan dokumen yang dikecualikan. Padahal, AMDAL adalah dokumen publik sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), serta wajib tersedia setiap saat sesuai Pasal 11 ayat (1) huruf c UU Keterbukaan Informasi Publik. Bahkan Mahkamah Agung dalam sejumlah putusan sebelumnya telah menegaskan bahwa dokumen AMDAL bukan termasuk informasi yang dikecualikan.

Pada sidang gugatan informasi sebelumnya, pemkot menyatakan dokumen AMDAL tersebut termasuk informasi yang dikecualikan, dengan merujuk pada Pasal 40 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Pasal 17 huruf b undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Pasal 40 ayat (1) huruf a UU Hak Cipta yang dirujuk sejatinya ditujukan untuk karya orisinal di bidang seni, ilmu pengetahuan, dan sastra—bukan dokumen administratif seperti AMDAL, yang merupakan hasil kajian dampak lingkungan untuk kepentingan pengambilan keputusan publik. Demikian pasal 17 huruf b UU KIP juga tidak relevan karena tidak ada kepentingan rahasia dagang atau proses hukum yang terganggu dalam permohonan ini.

Apa yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya menunjukkan tindakan inkonstitusional dan wujud dari tidak dijalankannya asas pemerintahan yang baik, salah satunya keterbukaan informasi dan partisipasi publik. “Gugatan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya ini adalah bentuk pelanggaran konstitusi dan pemberangusan partisipasi publik, terutama tertutupnya informasi. Pemerintah Kota Surabaya melalui Eri Cahyadi harus memastikan keterbukaan informasi dan partisipasi publik, karena proyek PLTSa merupakan proyek yang berbahaya dan beresiko bagi publik. Sehingga dokumen AMDAL sebagaimana amanat undang-undang harus terbuka dan menjadi bagian partisipasi publik, terutama untuk hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.” tegas Wahyu selaku Direktur Eksekutif WALHI Jawa Timur.

Gugatan ke PTUN ini menegaskan bahwa prinsip keterbukaan informasi di Kota Surabaya, terutama berkaitan dengan dokumen lingkungan adalah hal diharamkan. Padahal, permintaan informasi ini adalah bagian dari upaya kontrol sosial masyarakat sipil terhadap kebijakan publik yang berdampak besar bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat. Sampai saat ini, publik tidak memiliki akses terhadap hasil uji risiko, baku mutu udara, maupun mekanisme pengawasan lingkungan proyek tersebut. Padahal, prinsip partisipasi publik seharusnya dijalankan secara penuh oleh Pemerintah Kota Surabaya, terutama pada proyek-proyek yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan dan kesehatan serius bagi masyarakat.

 

Narahubung: 

Wahyu Eka Styawan (Direktur Eksekutif WALHI Jawa Timur)

wahyuekas@walhijatim.org