PLTSa Proyek Berisiko, Publik Berhak Tahu: WALHI Jatim Tagih Keterbukaan Informasi

Surabaya, 21 Juli 2025

WALHI Jawa Timur menghadiri sidang sengketa informasi publik di Komisi Informasi Provinsi Jawa Timur yang membahas permohonan akses terhadap dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Benowo, Surabaya. Agenda utama sidang adalah menentukan apakah dokumen AMDAL tersebut tergolong sebagai informasi publik yang wajib dibuka, atau termasuk informasi yang dikecualikan.

Permohonan informasi ini diajukan oleh WALHI Jawa Timur sejak 24 Agustus 2022 melalui surat resmi bernomor 97/ED/WALHI.JATIM/VIII/2022, yang diterima oleh Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kota Surabaya pada 29 Agustus 2022, dan tercatat dengan nomor registrasi 004/PPID/VIII/2022.

Pada 15 September 2022, Pemerintah Kota Surabaya melalui Dinas Komunikasi dan Informatika selaku PPID merespons dengan menyatakan bahwa dokumen AMDAL PLTSa Benowo telah menjadi dasar penerbitan Surat Keterangan Kelayakan Lingkungan Hidup (SKKLH) Nomor 660.1/29/Kep/436.7.2/2015 tertanggal 14 April 2015, atas nama PT Sumber Organik untuk pembangunan instalasi pengolahan sampah di Kelurahan Romokalisari, Kecamatan Benowo.

Namun, Pemkot menyatakan dokumen AMDAL tersebut termasuk informasi yang dikecualikan, dengan merujuk pada Pasal 40 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dan Pasal 17 huruf b Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Menanggapi penolakan tersebut, WALHI Jawa Timur mengajukan surat keberatan tertanggal 19 September 2022 (Nomor 110/ED/WALHI.JATIM/IX/2022). Namun, pada 2 November 2022, Pemkot kembali menolak permohonan informasi dengan argumentasi serupa.

Berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku, WALHI Jawa Timur kemudian mengajukan permohonan sengketa informasi kepada Komisi Informasi Provinsi Jawa Timur pada 9 November 2022 melalui surat Nomor 105/ED/WALHI.JATIM/X/2022.

Penolakan Pemkot terhadap permohonan ini merupakan preseden buruk dalam upaya mewujudkan keterbukaan informasi publik dan perlindungan hak atas lingkungan hidup yang sehat. Pasal 40 ayat (1) huruf a UU Hak Cipta ditujukan untuk karya orisinal di bidang seni, ilmu pengetahuan, dan sastra—bukan dokumen administratif seperti AMDAL, yang merupakan hasil kajian dampak lingkungan untuk kepentingan pengambilan keputusan publik.

AMDAL adalah dokumen publik sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), serta wajib tersedia setiap saat sesuai Pasal 11 ayat (1) huruf c UU Keterbukaan Informasi Publik. Bahkan Mahkamah Agung dalam sejumlah putusan sebelumnya telah menegaskan bahwa dokumen AMDAL bukan termasuk informasi yang dikecualikan.

Argumentasi Pemkot yang merujuk pada Pasal 17 huruf b UU KIP juga tidak relevan, karena tidak ada kepentingan rahasia dagang atau proses hukum yang terganggu dalam permohonan ini. Sebaliknya, permintaan informasi ini adalah bagian dari upaya kontrol sosial oleh masyarakat sipil terhadap kebijakan publik yang berdampak besar bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat.

Kami menekankan bahwa proyek PLTSa Benowo adalah proyek berisiko tinggi. Sampai saat ini, publik tidak memiliki akses terhadap hasil uji risiko, baku mutu udara, maupun mekanisme pengawasan lingkungan proyek tersebut. Padahal, prinsip partisipasi publik seharusnya dijalankan secara penuh oleh Pemerintah Kota Surabaya, terutama pada proyek-proyek yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan dan kesehatan serius.

WALHI Jawa Timur berharap Komisi Informasi Provinsi Jawa Timur berpihak pada prinsip keterbukaan informasi dan hak atas lingkungan yang sehat. Sidang ini bukan sekadar gugatan administratif, tetapi bagian dari perjuangan untuk memperkuat demokrasi lingkungan dan hak masyarakat atas informasi yang memadai.

Narahubung Media:

  • Wahyu Eka Setyawan (Direktur Eksekutif WALHI Jawa Timur)
  • Revolver Langit Akbar (Advokat WALHI Jawa Timur)

informasi@walhijatim.org