Studi: Insinerator Sampah Picu Partikulat Udara hingga 8 Kali Lebih Tinggi dari Standar WHO

Proyek ini merupakan sebuah kolaborasi citizen science tentang pemantauan kualitas Udara lintas negara pertama yang melibatkan organisasi dan komunitas di Surabaya, Indonesia; Ogijo, Nigeria; Dumaguete, Filipina

Sebuah studi citizen science yang memantau kualitas udara di sekitar fasilitas pembakaran sampah di tiga kota lintas negara Global South yakni Surabaya, Indonesia; Ogijo,Nigeria; dan Dumaguete, Filipina, menemukan tingkat particulate matter (PM) yang sangat tinggi. Konsentrasi PM2.5 tercatat 5–8 kali lebih tinggi, dan PM10 antara 3–5 kali lebih tinggi dari ambang batas yang ditetapkan oleh World Health Organization (WHO). Studi ini merupakan respons terhadap kegagalan pemerintah daerah dan lembaga pengawas dalam memantau tingkat polusi dari fasilitas-fasilitas tersebut, sehingga mereka terus beroperasi tanpa pengawasan yang memadai.

Hasil studi tersebut mendorong komunitas lokal menyerukan kepada pemerintah untuk menerapkan regulasi lingkungan yang lebih ketat dan memperkuat sistem pemantauan terhadap fasilitas pencemar—atau bahkan menutupnya sama sekali jika perlu.

Polusi udara dari incinerator ini bukanlah ancaman yang jauh—tetapi sudah langsung memengaruhi kesehatan dan kehidupan sehari-hari kami,” kata Wahyu Eka Styawan dari WALHI Jawa Timur, Indonesia.

Kami menemukan, bahwa warga sekitar mulai mengalami batuk, sesak napas, dan hidup dalam ketakutan terhadap sesuatu yang tidak terlihat tapi sangat terasa. Lebih parahnya lagi, selama ini warga tidak diberi informasi yang cukup. Tidak ada transparansi, tidak ada ruang partisipasi publik dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada masa depan kami. Ini bukan sekadar tidak adil—ini berbahaya. Karena itu kami mendesak pemerintah untuk segera membatalkan proyek waste-to-energy dan mulai mendengarkan suara warga yang sedang membayar harga dengan paru-paru mereka.

Perlu diketahui, bahwa tiga anggota dari Global Alliance for Incinerator Alternatives (GAIA) yakni War on Waste (WOW) di Dumaguete, Filipina; Green Knowledge Foundation di Ogijo, Nigeria; dan WALHI Jawa Timur di Surabaya, Indonesia—mengorganisir sukarelawan komunitas untuk mengenakan alat pemantau kualitas udara portabel di sekitar fasilitas pencemar, sebagai pelengkap alat pemantau udara stasioner.

Alat-alat tersebut mengukur dua jenis particulate matter—PM2.5 dan PM10. Hasil studi menunjukkan:

  • Di Dumaguete, warga memantau area sekitar unit pyrolysis-gasification di fasilitas pemulihan material pusat. Konsentrasi PM2.5 berada dalam kategori tidak sehat bagi sebagian populasi selama 24 dari 27 hari (88%), dan mencapai hingga 7 kali lebih tinggi dari pedoman WHO, sebagai akibat dari emisi fasilitas tersebut. Peneliti memperkirakan hingga 179 kematian dini dapat dicegah setiap tahunnya apabila fasilitas pyrolysis tersebut ditutup.
  • Di Surabaya, warga memantau area sekitar fasilitas gasifikasi bernama PLTSa Benowo. Rata-rata harian tertinggi PM2.5 tercatat hingga 8 kali lebih tinggi dari pedoman WHO, dan melebihi ambang batas pada 100% hari pemantauan. Selama 31 hari periode pemantauan bergerak, tidak ada satu hari pun di mana kualitas udara tergolong sehat.
  • Di Ogijo, warga memantau area sekitar fasilitas daur ulang ban bekas bernama Tec High Profile Nigeria Limited. Rata-rata harian tertinggi PM2.5 tercatat hingga 5 kali lebih tinggi dari pedoman WHO, dan melebihi ambang batas pada 100% hari pemantauan. Selama 23 hari masa pemantauan, kualitas udara terus berada pada tingkat tidak sehat bagi sebagian populasi.

Particulate matter merupakan karsinogen yang telah dikenal luas. Karena ukurannya yang sangat kecil, partikel ini dapat menembus berbagai organ tubuh dan menimbulkan dampak serius bagi kesehatan manusia. PM dapat menyebabkan asma, bronkitis, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), hingga kanker.

Banyak pengukuran dilakukan di sekitar sekolah, panti jompo, kawasan permukiman, perniagaan lokal, dan lahan pertanian—menunjukkan bahwa polusi berdampak langsung pada kehidupan sehari-hari masyarakat, dan bahwa kelompok paling rentan seperti anak-anak, lansia, serta individu dengan riwayat penyakit kronis adalah yang paling terdampak.

Sering kali, beban pembuktian bahwa polusi industri berbahaya dibebankan secara tidak adil kepada komunitas miskin. Namun teknologi baru seperti yang digunakan dalam studi ini memungkinkan warga untuk menghadirkan bukti tak terbantahkan tentang paparan polutan beracun dan menuntut transparansi serta akuntabilitas yang lebih besar,” jelas Dr. Jorge Emmanuel, anggota tim peneliti dan juga ilmuan yang mendukung komunitas dalam studi ini.

Proyek pembakaran sampah di Global South sering dipromosikan sebagai solusi canggih untuk mengatasi masalah limbah kota—terutama meningkatnya volume limbah plastik—yang sebagian besar diproduksi oleh perusahaan dan negara Global North dan dikirim ke Global South, baik dalam bentuk produk plastik sekali pakai maupun dalam perdagangan limbah.

Bahkan di negara-negara Global North yang memiliki perlindungan lingkungan yang ketat, pembakaran limbah terbukti membahayakan. Namun, lembaga keuangan internasional seperti Asian Development Bank (ADB) dan World Bank tetap merekomendasikan serta mendukung insinerasi dalam berbagai kebijakan dan proyek—terutama di negara-negara Global South—meskipun industri ini memiliki reputasi buruk.

Pendanaan iklim global untuk pengelolaan limbah harus menghindari pembiayaan solusi palsu seperti ini, dan sebaliknya memprioritaskan solusi di tingkat teratas hierarki pengelolaan limbah—yang tidak hanya mengurangi emisi gas rumah kaca tetapi juga membawa manfaat bersama seperti penciptaan lapangan kerja lokal, pemulihan kesuburan tanah, dan peningkatan penghidupan,” kata Weyinmi Okotie, Manajer Program Udara Bersih GAIA Afrika sekaligus Direktur Eksekutif Green Knowledge Foundation.

 

Kontak Pers:

Global: Claire Arkin | claire@no-burn.org
Afrika: Carisa Marnce | carissa@no-burn.org
Asia Pasifik: Robi Kate Miranda | robi@no-burn.org

*Rilis ini diterjemahkan dari rilis internasional berjudul  Study: Particulate Matter Levels in Communities Hosting Waste Incinerators Up to 8 Times Higher than World Health Organization Guidelines  untuk laporan pemantauan udara dapat di download di tautan ini CLEARING THE AIR: THE TRUTH BEHIND WASTE INCINERATION

Tentang GAIA:
GAIA adalah aliansi global yang terdiri dari lebih dari 1.000 kelompok akar rumput, organisasi non-pemerintah, dan individu dari lebih 90 negara. GAIA bekerja untuk mendorong pergeseran global menuju keadilan lingkungan dengan memperkuat gerakan sosial akar rumput yang menawarkan solusi terhadap krisis limbah dan polusi. Kami membayangkan dunia tanpa limbah yang adil, menghormati batas-batas ekologis dan hak komunitas, di mana masyarakat terbebas dari beban polusi beracun, serta sumber daya dilestarikan secara berkelanjutan—bukan dibakar atau dibuang.