Pada tanggal 15 Juni 2025, dalam rangka peringatan serentak Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang diinisiasi WALHI secara nasional, sebuah gerakan penanaman pohon dilaksanakan di Dusun Umbulrejo, Desa Sidodadi, Kecamatan Gedangan, Kabupaten Malang.
Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya bersama WALHI Jawa Timur, Klub Indonesia Hijau (KIH) 12 Regional Malang, Komunitas Tegalsari Maritim (KTM), serta warga sekitar dalam memperkuat kesadaran ekologis melalui aksi langsung di wilayah yang selama ini terdampak banjir dan abrasi.
Sebanyak 80 pohon ditanam di sepanjang sempadan Sungai Bajulmati yang melintasi dusun tersebut. Jenis pohon yang ditanam meliputi mangrove tanjang dan loe untuk menahan erosi, alpukat dan durian sebagai tanaman produktif, serta kelapa gading merah yang menjadi tanaman khas warga setempat, sering dimanfaatkan untuk pembuatan minyak kelapa tradisional. Penanaman dilakukan di beberapa titik yang selama ini menjadi area rawan abrasi dan kehilangan tutupan vegetasi.
Yang menarik dari kegiatan ini bukan hanya jumlah pohon yang ditanam, tetapi keterlibatan luas dari berbagai kalangan. Warga Dusun Umbulrejo—dari anak-anak, pemuda, hingga orang tua—turut aktif mengambil bagian. Para ibu terlihat antusias ikut menanam bibit pohon di sepanjang bantaran sungai, berdampingan dengan para bapak yang menggali lubang dan mempersiapkan lahan.
Kegiatan ini bukan sekadar simbolik, melainkan bagian dari gerakan yang telah berlangsung secara rutin setiap tanggal 1 dan 15 selama tiga tahun terakhir. Sebuah inisiatif komunitas yang lahir dari pengalaman langsung menghadapi krisis lingkungan, mulai dari meluapnya air sungai hingga dampak abrasi yang merusak kebun dan pekarangan warga.
Gerakan ini juga mendapatkan penguatan dari berbagai jejaring, termasuk Nusantara Fund, yang selama ini mendorong inisiatif lokal sebagai bagian penting dari pemulihan ekosistem dan pembangunan yang berkeadilan. Bagi warga Sidodadi, menanam pohon bukan lagi agenda tahunan, melainkan bagian dari upaya kolektif untuk merawat tanah, air, dan masa depan mereka sendiri.
Dalam semangat peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, kegiatan ini membawa pesan yang lebih luas. Bahwa krisis ekologis bukanlah beban yang bisa diserahkan pada negara atau lembaga semata. Ia membutuhkan keterlibatan aktif dari masyarakat di tingkat paling dasar—di kampung, dusun, dan bantaran sungai seperti Umbulrejo. Dari sana, upaya kecil namun konsisten bisa menjadi penyangga bagi perubahan yang lebih besar.
Melalui aksi penanaman ini, muncul harapan bahwa semakin banyak pihak akan tergugah untuk mengambil peran serupa. Menanam satu pohon bisa berarti menanam ketahanan jangka panjang. Mengajak warga lain bergabung bisa menjadi benih solidaritas ekologis.
Gerakan yang tumbuh dari akar ini menunjukkan bahwa menjaga lingkungan bukan tugas satu hari, melainkan proses berkelanjutan yang dimulai dari hal yang paling dekat—dari tanah yang diinjak dan udara yang dihirup setiap hari.