Perusahaan Membangkang, Pemerintah Tak Berdaya: PT Sata Tec Indonesia Langgar Hukum dan Cemari Lingkungan

Ironi hukum dan keadilan lingkungan tengah terjadi di Desa Sukowati, Kecamatan Kapas, Kabupaten Bojonegoro. Sebuah perusahaan pengolahan tembakau, PT Sata Tec Indonesia, dengan terang-terangan melanggar hukum dengan tetap beroperasi tanpa mengantongi izin operasional dan tanpa Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Meski dua kali disegel oleh aparat, aktivitas pencemarannya tetap berlangsung—dan pemerintah terlihat tak berdaya.

Keberadaan pabrik yang berdampingan langsung dengan sekolah ini telah menimbulkan keresahan mendalam di tengah masyarakat. Bau menyengat yang muncul setiap hari tidak hanya mengganggu kenyamanan, tapi juga berpotensi membahayakan kesehatan warga dan anak-anak.

Ironisnya, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dan PU Cipta Karya telah menyatakan secara resmi bahwa PT Sata Tec belum memiliki izin yang sah untuk beroperasi. Namun faktanya, pabrik tetap berjalan seolah hukum tak berlaku bagi mereka. Inikah potret nyata pembangkangan korporasi dan kegagalan negara dalam melindungi warganya?

Pencemaran yang Tidak Bisa Dibenarkan

Alasan perusahaan bahwa proses perizinan masih berjalan tidak membenarkan kegiatan operasional yang sudah mencemari lingkungan. Bahkan jika perusahaan sudah memiliki izin sekalipun, tindakan yang menyebabkan pencemaran tetap merupakan pelanggaran hukum berat.

Menurut Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), pencemaran lingkungan hidup adalah tindakan yang menyebabkan kualitas lingkungan hidup melampaui baku mutu yang telah ditetapkan. PT Sata Tec telah melanggar ketentuan ini.

UU PPLH mewajibkan setiap pelaku pencemaran untuk:

  • Memberikan peringatan kepada masyarakat,
  • Menghentikan sumber pencemaran,
  • Melakukan pemulihan terhadap dampak yang ditimbulkan.

Namun hingga kini, tidak ada langkah transparan dari PT Sata Tec untuk memenuhi tanggung jawab tersebut.

Pelanggaran yang Bisa Dipidana

Tindakan PT Sata Tec patut diduga melanggar Pasal 60 jo. Pasal 104 UU PPLH, yang melarang dumping limbah tanpa izin, dengan ancaman pidana penjara hingga 3 tahun dan denda maksimal Rp3 miliar.

Lebih jauh, jika pencemaran ini disengaja dan menyebabkan dampak serius seperti kematian atau kerugian materiil, perusahaan dapat dijerat dengan pidana penjara hingga 15 tahun dan denda hingga Rp15 miliar.

Pertanggungjawaban tidak hanya berlaku bagi badan usaha, tetapi juga pimpinan dan pengurus perusahaan yang memberikan perintah atau memimpin kegiatan ilegal ini. Ancaman pidana bagi mereka bahkan diperberat sepertiga dari pidana pokoknya.

Desakan untuk Bertindak Tegas

Kami mendesak:

  1. Pemkab Bojonegoro dan aparat penegak hukum segera menghentikan seluruh aktivitas PT Sata Tec dan menindak secara pidana atas pencemaran yang terjadi.
  2. DLH (Dinas Lingkungan Hidup) melakukan audit lingkungan dan membuka data dampak pencemaran kepada publik.
  3. Pemerintah pusat, khususnya Kementerian LHK, turun tangan jika pemerintah daerah terbukti abai dan tidak sanggup menjalankan kewenangannya.
  4. Penegakan tanggung jawab pemulihan lingkungan, termasuk pemulihan kualitas udara dan kesehatan warga yang terdampak.

Jika Negara Diam, Siapa Lagi yang Bisa Melindungi Warga?

Pembiaran terhadap pelanggaran ini tidak hanya melecehkan hukum, tapi juga menciptakan preseden buruk bahwa perusahaan bisa beroperasi di atas penderitaan rakyat dan di luar jangkauan hukum. Ini adalah bentuk kegagalan negara menjalankan mandat konstitusionalnya untuk melindungi lingkungan hidup dan hak atas kesehatan.

Sudah saatnya publik bersuara. Negara harus hadir. Jika tidak, kita akan terus melihat perusahaan kebal hukum dan masyarakat terus menjadi korban.

Contact Person:

Wahyu Eka

082141265128