Di bawah kaki Gunung Arjuno Welirang yang hijau dan sejuk, juga menyimpan keanekaragaman flora serta fauna, Desa Claket di Kecamatan Pacet, Mojokerto, tengah mengukir sejarah baru dalam pengelolaan hutan. Pagi yang cerah di minggu ketiga Januari 2025 menjadi saksi bagaimana sebuah desa kecil ini berhasil mengumpulkan berbagai pemangku kepentingan kehutanan untuk duduk bersama, membahas masa depan hutan yang lebih berkelanjutan.

Suasana berbeda terasa sejak pukul 08.00 WIB, ketika satu per satu tamu undangan mulai berdatangan ke balai desa. Kelompok Tani Hutan (KTH) Sumber Agung, sebagai tuan rumah, tampak sibuk menyambut 50 peserta yang hadir dari berbagai instansi. Dari petugas Cabang Dinas Kehutanan Wilayah Nganjuk hingga perwakilan KTH Alas Penanggungan, semua berkumpul dengan satu tujuan: membangun tata kelola hutan yang lestari sekaligus bermanfaat bagi masyarakat.
“Ini bukan sekadar lokakarya biasa. Ini adalah langkah konkret kami untuk memastikan pengelolaan hutan berjalan sesuai aturan, sambil tetap memperhatikan kesejahteraan petani hutan di sekitar sini.” – Achmad Rozani, Sekjend AP2SI

Lokakarya yang diselenggarakan bersama AP2SI dan Nusantara Fund, dengan dukungan WALHI Jawa Timur ini, memang memiliki agenda krusial. Fokus utamanya adalah penataan areal batas dan penyusunan Rencana Kelola Perhutanan Sosial dan Rencana Kerja Tahunan (RKPS-RKT), sesuai dengan Permen LHK Nomor 4 Tahun 2023 dan Kepmen LHK Nomor 1091 Tahun 2024.
Namun, di balik formalitas regulasi, tersimpan kisah perjuangan yang lebih dalam. KTH Sumber Agung, seperti kelompok tani hutan lainnya, menghadapi berbagai tantangan dalam pengelolaan kawasan hutan. Bukan hanya soal struktur kepengurusan, tetapi bagaimana membangun manajemen organisasi yang solid dan berkelanjutan.
“Tantangan terbesar kami sebenarnya ada pada tiga hal. Pertama, tata lembaga yang harus profesional. Kedua, pengelolaan kawasan yang membutuhkan ketelitian dalam penandaan batas. Dan ketiga, pengembangan usaha yang harus menguntungkan sambil tetap menjaga kelestarian hutan.” – Timbul, Ketua KTH Sumberagung

WALHI Jawa Timur, yang hadir sebagai jejaring juga pendamping program, menekankan pentingnya konsistensi dan komitmen dalam pengelolaan hutan. Terutama dalam menjawab, bagaimana perhutanan sosial dapat menjadi alternatif kelola untuk mewujudkan hutan lestari yang mampu mencukupi kebutuhan warga sekitar, serta dalam jangka panjang kesejahteraan itu sendiri.
“Ini adalah momentum untuk membuktikan bahwa masyarakat lokal mampu mengelola hutan dengan lebih baik. Perhutanan sosial bukan sekadar program, tapi juga solusi untuk mitigasi perubahan iklim dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.” – Wahyu Eka, Direktur WALHI Jawa Timur
Sore itu, ketika lokakarya berakhir, peserta pulang dengan pemahaman baru. Bahwa pengelolaan hutan bukan sekadar urusan administratif, melainkan tentang keseimbangan antara kelestarian alam dan kesejahteraan manusia. Di kaki Gunung Arjuno Welirang, Desa Claket telah memulai langkah baru menuju masa depan perhutanan sosial yang lebih cerah.