Menjaga Arjuno Welirang, Menjaga Kehidupan, Tolak Geothermal

Hampir seminggu yang lalu lembaga think tank bernama RenovEnergy menyelenggarakan kegiatan sosialisasi eksplorasi dan mitigasi energi Geothermal Gunung Welirang di Balai Kota Among Tani Kota Batu. Kegiatan sosialisasi ini dilaksanakan secara tertutup dengan undangan terbatas dan tidak untuk umum seperti yang tertera pada flyer yang telah beredar di media sosial. Selain itu kegiatan ini juga melibatkan kementerian ESDM, pemerintah Kota Batu, DPR RI dan lembaga pendidikan kampus Universitas Brawijaya yang menjadi bagian dari pihak yang melancarkan proyek merusak lingkungan. 

Sejak 2017 wacana tentang proyek geothermal di Arjuno Welirang terus digulirkan melalui beberapa sosialisasi yang menjadi bagian dari upaya untuk menormalisasi bahwa eksploitasi geothermal tidak berbahaya, hijau dan berkelanjutan. Padahal tidak seperti itu. Publik perlu tahu mengapa terjadi penolakan terhadap geothermal di Arjuno Welirang, tidak hanya narasi tunggal yang hanya melegitimasi eksploitasi alam atas nama energi terbarukan yang ternyata tidak terbarukan. 

Geothermal merupakan energi yang tidak sepenuhnya bebas resiko. Berdasarkan kajian yang kami lakukan, energi ini juga memiliki dampak secara luas, yang di beberapa tempat telah terbukti merusak alam. Terdapat beberapa dampak yang telah terbukti terjadi pada proyek geothermal, antara lain:

  1. Menurunnya debit dan volume air pada sumber-sumber air di sekitar Plant Geothermal. Pembangkit Listrik tenaga geothermal menggunakan uap yang dipanaskan oleh energi panas bumi. Uap ini bersumber dari Air Tanah Dangkal ataupun sumber eksternal (dari sungai atau mata air terdekat) yang disuntikkan kepada lapisan batuan panas (Sumur Injeksi). Dalam proses pembangunannya, Air juga dibutuhkan terutama dalam pengeboran tanah. Proses-proses tersebut membutuhkan Air dalam volume yang besar, yang dalam jangka panjang dapat mengganggu Akuifer terdekat yang menurunkan produktivitas pertanian dan merusak suplai air ke daerah hilir.
  2. Pencemaran Sungai (Surface Water) dan Air Tanah Dangkal (Unconfined Aquifer), Sumur Produksi merupakan saluran keluarnya Uap dan AIr panas dalam pembangkit tenaga Geothermal yang akan digunakan untuk memutar turbin. Proses keluarnya Uap/Air Panas ini juga membawa residu dalam bentuk solid waste (butiran mineral) dan liquid waste (dalam bentuk mineral terlarut/lumpur). Residu-residu tersebut rawan mengalir dan meresap kepada Sungai atau air tanah dangkal di sekitar pembangkit. Hal ini berpotensi merusak wilayah sekitar melalui kontaminasi zat – zat kimia seperti mineral yang melebihi kadar ataupun logam berat yang dapat menyebabkan penyakit dalam jangka panjang
  3. Ledakan dan kebocoran pipa. Ledakan bisa terjadi di beberapa titik sumur injeksi, sumur produksi, ataupun sambungan pipa. Hal ini diakibatkan tekanan uap air yang tinggi yang berasal dari dalam bumi. Kecerobohan dalam menata pipa-pipa tersebut serta faktor eksternal bencana alam, dapat membuat pipa-pipa tersebut meledak kapan saja. Selain dapat menyebabkan korban jiwa, uap/cairan yang bocor dapat menyebabkan kontaminasi atau merusak lingkungan sekitar.
  4. Gempa, Amblesan, dan Retakan. Penggunaan Air dalam jumlah besar dalam proses pembangunan dan operasional pembangkit listrik energi geothermal memiliki beberapa konsekuensi. Injeksi air dalam jumlah besar mampu mempengaruhi struktur batuan dan patahan disekitarnya. Tekanan air tersebut bisa menyebabkan “Induced Seismicity”, yang dalam jangka panjang akan meningkat frekuensi terjadinya gempa yang dapat menimbulkan kerusakan pada infrastruktur disekitar. Selain itu, pengambilan air tanah dalam jumlah besar untuk diinjeksikan berpotensi untuk menyembabkan menurunnya permukaan & kepadatan tanah dan menyebabkan retakan serta Amblesan (sink hole) dalam jangka panjang.
  5. Mengubah Landscape,dan menghilangkan biodiversitas.  Proyek Geothermal berada di wilayah pegunungan yang masih dalam bentuk hutan lebat ataupun wilayah yang dimanfaatkan warga sekitar untuk bercocok tanam, dengan adanya proyek ini membuat pembukaan dan alih fungsi lahan terjadi. Tidak sedikit proyek juga masuk dalam kawasan lindung, seperti di WKP Arjuno Welirang ini. Emisi air dan uap panas juga dapat mempengaruhi iklim lokal yang membuat menurunnya spesies endemik yang sensitif terhadap perubahan suhu dan kelembaban

Dalam beberapa proyek geothermal, seluruh dampak yang kami sebutkan telah terjadi. Dampak tersebut tidak hanya merusak alam, namun juga mengakibatkan korban jiwa dan permasalahan sosial. PLTP Dieng telah menyebabkan ledakan pada tahun 2007 yang  menyebabkan 14 orang mengalami luka serius, kejadian ledakan pun kembali terulang pada tahun 2016 dan 2022. Kebocoran gas yang menyebabkan warga keracunan juga terus terjadi di Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) pada tahun 2021 menewaskan 5 orang warga dan puluhan lainnya dilarikan ke rumah sakit  dan terulang di tahun 2022 dengan jumlah korban 52 orang pada bulan Maret dan 21 korban pada bulan April. Gempa secara terus menerus juga dirasakan warga di sekitar PLTP Dieng dan PLTP Gunung Salak. Semburan lumpur yang berakibat pada kesehatan dan hilangnya lahan pertanian juga terjadi di PLTP Mataloko yang gagal beroperasi. Dampak – dampak tersebut sangat berpotensi untuk terjadi di wilayah sekitar PLTP Arjuno Welirang jika dipaksakan untuk beroperasi. 

Padahal Gunung Arjuno Welirang sendiri memiliki fungsi dan manfaat bagi ekosistem sekitar.  Kawasan Hutan di Gunung Arjuno welirang merupakan kawasan lindung yang terdapat beragam biodiversitas. Terdapat Taman Hutan Raya R. Soerjo yang menjadi cagar biosfer dengan luas 27.868.3 hektar. Seharusnya wilayah ini tidak mengalami gangguan dari proyek semacam Geothermal ini. Warga yang tinggal di lereng Arjuno Welirang seperti di Kota Batu, Kabupaten Malang, Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Pasuruan memanfaatkan air yang mengalir dari gunung ini untuk kehidupan mereka, baik untuk bertani maupun memenuhi kebutuhan air sehari – hari. Gunung Arjuno Welirang juga dianggap sakral dan memiliki nilai budaya dan sejarah dalam kehidupan masyarakat Jawa. 

Hingga hari ini, proyek geothermal di Arjuno Welirang masih perlu kita pertanyakan bersama. Sejauh mana keterlibatan masyarakat terdampak? jika dalam pelaksanaan beberapa sosialisasi terbatas untuk undangan dan tidak bersifat umum. Warga yang nantinya akan merasakan dampak dari proyek ini menjadi bagian yang sejak awal tidak dilibatkan. Bahkan dalam proses penyebaran pengetahuan dan informasi. Kegiatan sosialisasi untuk kelancaran proyek ini juga turut didukung oleh akademisi dan pemerintah terkait yang seharusnya tidak menjadi bagian yang meloloskan proyek yang beresiko tinggi ini. Namun dalam faktanya, sejak awal proyek ini justru didukung dan dilegitimasi lewat kebijakan pemerintah daerah hingga pusat dan diperkuat dengan berbagai kajian yang dikeluarkan para akademisi. Hal tersebut dapat kita lihat melalui revisi Rancangan Tata Ruang dan Wilayah Kota Batu yang diubah untuk kepentingan proyek Geothermal, serta secara gamblang telah mengesampingkan proses partisipasi publik. 

Beberapa akademisi, khususnya dari Universitas Brawijaya juga turut mendukung kelancaran proyek ini, di mana mereka terus mendukung dengan menjadi tim ahli yang melegitimasi proyek geothermal di Arjuno Welirang. Karena seharusnya institusi pendidikan tidak digunakan sebagai alat untuk melegitimasi eksploitasi atas sumber daya alam. Justru sebaliknya institusi pendidikan seharusnya menjadi ruang kritis untuk melihat dan membaca suatu fenomena, bukan sebaliknya menjadi stempel dari aneka eksploitasi. 

Gunung Arjuno Welirang yang menjadi sumber kehidupan bagi warga sekitar. Melihat keterancaman Gunung Arjuno Welirang, Seharusnya Pemerintah Kota Batu, Kabupaten Malang, Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Mojokerto perlu mempertimbangkan bagaimana daya tampung dan daya dukung lingkungan di wilayahnya, bukan malah menambah permasalahan baru. Keterbukaan informasi juga menjadi catatan penting yang harus pemerintah lakukan. Pembangunan proyek energi ini harus jelas untuk kepentingan siapa, jika pada akhirnya hanya untuk menunjang dan mengakomodasi perluasan industri dan geografi kapital baik di hulu dan hilir, di seluruh jantung ekologis dan ruang hidup rakyat yang tersisa, proyek ini sangat tidak pantas untuk dilegalkan.