Kota Malang menjadi salah satu kota yang tidak bisa terhindar dari krisis iklim. Kota yang dulunya sangat dingin ini secara cepat berubah menjadi kota yang padat penduduk dan suhu udaranya semakin panas. Begitupula di wilayah – wilayah sekitarnya seperti Kabupaten Malang dan Kota Batu atau yang biasa di kenal kawasan Malang Raya. Berbagai sudut di Malang Raya dirubah besar – besaran untuk pariwisata, industri, dan fasilitas publik.
Sayangnya Pembangunan secara besar – besaran ini tidak mempertimbangkan daya dukung lingkungan. Beberapa kawasan lindung atau kawasan hijau direlakan untuk diubah menjadi bangunan tidak ramah lingkungan. Ke depan beberapa proyek juga turut mengancam sosial ekologi di wilayah Malang Raya.
Ada pembangkit listrik panas bumi yang rendah karbon namun tinggi korban yang hendak dibangun di wilayah Arjuno Welirang dan Songgoriti. Lalu ada proyek strategis nasional yaitu Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Bromo Tengger Semeru dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Singosari.
Pembangunan – pembangunan tersebut dampaknya sudah bisa dirasakan di Malang Raya. Suhu yang terus meningkat, cuaca yang tidak bisa diprediksi, banjir, tanah longsor, dan krisis air. Dampak itu terus meningkat dalam 10 tahun terakhir. Persoalan banjir menjadi salah satu penanda bahwa malang raya sedang tidak baik – baik saja.
Wilayah kota Batu yang berada di ketinggian mengalami nasib kebanjiran.Begitupula kota Malang, ada sekitar 18 titik di kota Malang yang menjadi langganan banjir. Tentu hal ini tidak bisa disimpulkan hanya disebabkan hujan dengan intensitas deras.
Namun jika ditelaah lebih jauh, hutan yang menjadi wilayah penyangga di hulu sungai brantas sudah semakin sedikit banyak digantikan dengan pariwisata dan hotel. Sementara wilayah kota Malang, ruang terbuka hijau (RTH) yang dapat berfungsi sebagai wilayah resapan justru terus diubah menjadi mall dan wilayah pemukiman padat.
Kota Malang saat ini hanya memiliki 4% RTH dari 20% jumlah minimal yang harus dipenuhi. Padahal fungsi RTH telah disebutkan di Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Kota.
Pada Pasal 3 menjelaskan bahwa tujuan dari RTH adalah 1) Menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air; 2) Menciptakan aspek planologi perkotaan melalui keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat; 3) Meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah, dan bersih.
Sampah juga menjadi satu problem yang memperparah banjir di Malang Raya. Berbagai sumber menyebutkan bahwa setiap harinya TPA Supit Urang menerima 600 ton sampah. Tentu sampah ini belum terpilah sehingga menimbulkan berbagai dampak, seperti bau yang menyengat dan tercemarnya air tanah. Hal serupa juga terjadi di TPA Tlekung yang ada di Kota Batu.
TPA ini juga mengalami setidaknya dua dampak tersebut yaitu bau menyengat dengan jarak lebih dari 1km. Pada akhirnya banjir di Kawasan Malang Raya akan menimbulkan kerugian yang besar bagi warga bukan hanya merusak rumah dan fasilitas publik, banjir juga menimbulkan krisis air bersih.
Menurut kompilasi angka bencana dari Badan Pusat Statistik Kota Malang mengungkapkan peningkatan angka bencana sejak tiga tahun terakhir, terhitung dari tahun 2018-2020. Jumlah kejadian banjir di Kota Malang, setiap tahunnya mengalami peningkatan cukup signifikan dari 19 kejadian pada tahun 2018 lalu meningkat menjadi 24 kejadian di tahun 2019 dan meningkat tajam menjadi 34 kejadian di tahun 2020.
Dalam temuan aliansi selamatkan malang raya, pemerintah Kota Malang memiliki anggaran cukup besar dalam memperbaiki drainase kota Malang namun dalam prakteknya banyak peluang korupsi dalam penggunaan anggaran.
Sayangnya hingga hari ini belum ada kebijakan atau aksi yang dilakukan pemerintah daerah dalam menanggulangi krisis ekologis ini. Pemerintah justru terus melanggengkan industri – industri ini masuk di wilayahnya demi peningkatan pendapatan daerah. Akibatnya semakin banyak wilayah yang dieksploitasi terutama wilayah lindung.
Bertepatan dengan momentum World Enviromental Day atau Hari Lingkungan Sedunia yang jatuh pada tanggal 05 Juni 2023. Beragam organisasi / komunitas dan individu berkolaborasi bersama merayakan hari lingkungan hidup se-dunia ini dengan mengadakan kegiatan Pawai Hari Lingkungan Hidup.
Pawai ini sebagai alat membagikan informasi kepada publik tentang permasalahan problem lingkungan hidup yang ada di Malang Raya khususnya Indonesia. Harapannya dari informasi yang didapat timbul kesadaran untuk terlibat dalam menyuarakan isu ekologis. Terutama bagi generasi muda yang bukan hanya menjadi korban namun menjadi pihak yang juga bertanggung jawab mewariskan ekologis yang sehat pada generasi selanjutnya.
Kegiatan ini dilaksanakan di Car Free Day Ijen Kota Malang pada tanggal 04 Juni 2023 dengan mengusung tema “Menjaga Lingkungan Merawat Masa Depan”. Sedikitnya Ada empat hal yang disuarakan pada pawai ini yaitu permasalahan sampah, ruang terbuka hijau, suhu yang semakin meningkat dan banjir.
Namun terlepas dari keempat hal tersebut peserta juga menyuarakan isu yang sedang dikampanyekan baik persoalan lingkungan maupun hak asasi manusia. Kegiatan ini juga dilakukan untuk mempererat kolaborasi antar jejaring.
Ada belasan organisasi atau komunitas yang te, Kolektif Sindikat Aksata, Kader Hijau Muhammadiyah Malang, Klub Indonesia Hijau 012 Malang, Forma PHM Fakultas Hukum UWG, Mapala Tursina, SLH Saunggalih, Malang Corruption Watch, LPM Kavling10 UB, LPM Perspektif, KLH EM UB, IMM Malang Raya, Hizbul Wathan UMM. Selain itu ada juga peserta yang bergabung secara individu. Acara dimulai pukul 07.00 sampai 10.00. Peserta melakukan aksi pawai berkeliling di area Car Free Day, ada beberapa peserta yang turut membagikan selebaran dan totebag kepada pengunjung CFD. Peserta juga menampilkan pertujukan seni seperti puisi, orasi dan teatrikal.
Narahubung :
Lila Puspita Koordinator Kampanye WALHI Jawa Timur – 085808739095