Eksploitasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di Jawa Timur Semakin Memiskinkan Nelayan

Rilis Media WALHI Jawa Timur

“Hari Nelayan Nasional”

Pemerintah Jawa Timur pada Januari 2023 merilis bahwa berdasarkan data Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPMHP) ekspor komoditas perikanan Jawa Timur ke mancanegara tahun 2022 mencapai urutan tertinggi secara nasional dengan jumlah tangkapan sekitar 381.477 ton dengan nilai ekspor  2.602.492. 056 USD.

Selain itu, jika merujuk pada data KKP jumlah nelayan tangkap laut pada 2021 di Jawa Timur berjumlah 259.621 orang, sementara jumlah nelayan perikanan tangkap berjumlah 291.200 orang. Angka tersebut cukup tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya yakni di tahun 2020 yang mana nelayan tangkap laut berjumlah 212.379 orang, lalu di tahun 2019 berjumlah 213.495 orang, sementara nelayan perikanan tangkap berjumlah 245.333 orang pada tahun 2020, lalu pada tahun 2019 berjumlah 237.966 orang.

Meningkatnya angka nelayan di Jawa Timur sangat fluktuatif, sebab melihat data statistik KKP jumlah nelayan mengalami naik turun setiap tahunnya. Jumlah nelayan yang naik turun kemungkinan besar diakibatkan oleh banyaknya serapan kerja temporer di sektor perikanan, kala serapan tenaga kerja di sektor pertanian atau industri rendah, maka beberapa pekerja yang berasal dari wilayah pesisir akan pulang dan memenuhi sektor perikanan sementara waktu.

Kondisi ini menunjukkan bahwa sektor perikanan dan kelautan masih belum mampu menjadi salah satu unit penyerap lapangan pekerjaan utama. Meski jumlah ekspor naik, tetapi tidak sejalan dengan peningkatan kesejahteraan nelayan, hal ini dapat dibaca dari data BPS tahun 2022, yang menyebutkan bahwa nilai tular nelayan Jawa Timur kembali menurun. Nilai Tukar Nelayan (NTN) Jawa Timur bulan November 2022 turun 1,01 persen dari 102,83 di bulan Oktober 2022 menjadi 101,78 di bulan November 2022. Lalu NTN bulan November 2022 terhadap Desember 2021 (tahun kalender) turun sebesar 0,81 persen.

Nelayan Jawa Timur Semakin Terancam

Perihal peningkatan nilai ekspor sampai jumlah nelayan tangkap tidak menunjukkan meningkatnya kesejahteraan nelayan, malahan mereka semakin terancam dengan aneka eksploitasi di pesisir dan laut, terutama di sektor ekstraktif serta belum adanya perlindungan bagi nelayan tradisional, khususnya penetapan zona tangkap nelayan tradisional dan zona ekosistem esensial pesisir dan pulau-pulau kecil, seperti di wilayah Madura, sepanjang Pantura, Kepulauan Masalembu, Kangean dan Bawean.

Faktanya hingga hari ini nelayan-nelayan kecil di wilayah tersebut menghadapi aneka tantangan seperti Rencana Zonasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang diintegrasikan dengan RTRW terbaru Provinsi Jawa Timur. Di mana watak pengelolaan pesisir disamakan dengan pengelolaan di daratan. Hal ini tampak dari padatnya kapling industri ekstraktif migas sampai mineral lainnya seperti pasir laut. Selain itu, munculnya  keberadaan UU No. 6 Tahun 2023, semakin mengancam masa depan ekosistem pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil. Sebab zona inti konservasi laut, menurut Perppu ini, boleh diubah untuk kawasan eksploitasi, khususnya untuk kepentingan proyek strategis nasional (PSN).

Selain itu, ancaman terhadap kawasan pesisir juga meningkat akibat dari pelonggaran izin minyak dan gas, terutama dalam perkembangan terbaru mulai naiknya eksploitasi sektor gas yakni LNG sebagai alternatif energi fosil, hal tersebut sebagai bagian dari solusi palsu yang terus dikerjakan pemerintah, alih-alih transisi energi malahan mempercepat eksploitasi gas untuk kebutuhan energi fosil. Di samping itu, banyaknya alih fungsi kawasan pesisir untuk peruntukan lain seperti tambang pasir laut dan pasir besi, sampai ekspansi tambak juga turut memperentan kawasan pesisir.

Sebagaimana terjadi di sepanjang pesisir Selatan Jawa dari Trenggalek yang akan dijadikan tambang emas sampai Banyuwangi yang sudah dieksploitasi, semakin memperentan nelayan. Tidak hanya itu alih fungsi masif pesisir di Madura juga turut mendorong banyaknya nelayan yang beralih pekerjaan sampai menurun drastis pendapatannya.

Perlu Melindungi dan Memulihkan Pesisir dan laut Jawa Timur

Kondisi tersebut hanya sedikit catatan kondisi pesisir dan laut yang semakin menurun daya dukung serta daya tampungnya. Meningkatnya kerusakan mangrove hingga terumbu karang, karena alih fungsi, pencemaran sampai hancur dihantam lalu lintas kapal pengangkut batubara seperti yang terjadi di Bawean dan Masalembu yang sampai sekarang tidak ada tindakan berarti dalam penegakkan hukum lingkungan.

Melihat kondisi tersebut, apalagi pesisir dan laut adalah salah satu aset penting bagi masa depan Indonesia terutama berkaitan dengan pangan serta upaya melawan berubahan iklim. Dengan pola-pola kebijakan dan regulasi yang hanya memfasilitasi industri ekstraktif dan eksploitasi masif, maka dikhawatirkan alih-alih berjaya di sektor maritim justru akan semakin miskin karena eksploitasi berlebihan.

Maka dari itu pada hari nelayan nasional ini, WALHI Jawa Timur mendorong pemerintah Indonesia dan Provinsi Jawa Timur serta kabupaten-kabupaten di sepanjang pesisir untuk membuat kebijakan yang realistis dengan menekankan pada upaya perlindungan dan pemulihan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Menghentikan pemberian izin baru dan mengevaluasi izin industri ekstraktif serta industri yang mencemari dan merubah topografi pesisir. Selain itu, penting untuk segera menetapkan zona lindung kawasan eksosistem esensial pesisir dan pulau-pulau kecil, serta menetapkan zona tangkap nelayan tradisional.

Adil dan Lestari

 

Narahubung:

Wahyu Eka Styawan (Direktur ED WALHI Jawa Timur)

wahyuwalhijatim@walhi.or.id