Minggu, 5 Maret 2023, kami dari WALHI Jawa Timur bersama dengan teman-teman jaringan, seperti GUSDURian Surabaya atau akrab disebut GERDU Surabaya, lalu teman-teman mahasiswa baik dari UNAIR ataupun UPN serta teman-teman Sekolah Menengah Atas dan Menengah Pertama, bersama-sama terlibat kegiatan brand audit atau audit merek dari sampah yang dominan di Pantai Ria Kenjeran yang masih bagian dari icon andalan Kota Surabaya, Kenjeran Park.
Kegiatan tersebut kami awali dengan melihat sepanjang Pantai Ria yang air lautnya sudah mendekati daratan. Sepanjang wilayah Surabaya Utara dari Kenjeran sampai ke arah Gresik, mungkin pantai yang ada dibenak kita adalah berpasir, ada kerang-kerang yang berceceran di pinggirnya, atau hewan-hewan kecil yang lalu lalang, tampaknya itu hanya rekaman kenangan masa lampau.
Kini pantai indah dalam bayangan kita tersebut sudah tidak ada. Kita hanya bisa menyaksikan manuver air laut yang mencoba melahap daratan. Setiap tahun semakin naik permukaan air laut, dan semakin banyak pula beton-beton penahan yang berjejer memanjang sebagai monumen batas antara lautan dan daratan.
Pantai Kenjeran mungkin adalah saksi bisu bagaimana kenaikan permukaan air laut sebagai dampak dari krisis iklim itu nyata. Di samping itu, ia juga saksi atas tumpukan sampah manusia yang setiap tahun bertambah memenuhi setiap ruangnya. Belum juga cairan-cairan residu aktivitas rumah tangga dan industri yang merubah laut yang biru jernih, menjadi keruh kehitaman serta berbau busuk. Inilah potret pantai di Surabaya yang kian hari kian megah namun meninggalkan aneka sampah.
Seperti yang kami jumpai di wahana wisata iconic Surabaya yakni Pantai Ria Kenjeran Park. Menuju ke sana, sepanjang pantainya yang ditumbuhi mangrove tercecer aneka sampah yang menumpuk di pinggir. Sampah-sampah itu mengambang, sepertinya sudah bertahun-tahun. Mungkin kontras dengan branding Kenjeran Park yang seolah-olah telah berbenah seperti yang influencer sajikan, tetapi wajah Kenjeran bagi kami tidak jauh berbeda dengan yang lampau. Masih belum menunjukkan wajah perubahan, terutama keberadaan wahana aneka sampah yang menumpuk di setiap ruas wisata iconic ini.
Segala Jenis Sampah Kami Temukan di Kenjeran
Selama kegiatan brand audit ini kami mencoba mengambil sedikit sampah yang memenuhi pinggiran Pantai Ria. Tidak banyak memang, tetapi nanti akan kami jabarkan komposisinya. Sehingga kalian akan tahu, mengapa kita harus bergerak untuk menyampaikan temuan ini pada Walikota Surabaya sebagai empunya pengambil kebijakan di Kota ini. Sebab dibutuhkan peran serta pemerintah untuk mengatasi persoalan ini. Tentu dalam waktu dekat kami akan bersurat kepada Walikota, agar persoalan ini menjadi perhatian, mungkin tidak hanya di Kenjeran, tetapi juga pada tempat-tempat lainnya.
Tim brand audit hampir selama setengah hari bekerja untuk memilah sampah dari jenisnya, seperti mengelompokkan mana yang masuk kategori plastik sekali pakai, daur ulang, logam, B3 dan lain-lainnya. Temuan kami dapat teman- teman lihat dalam grafik di bawah ini:
Sampling yang kami lakukan di dekat timbunan sampah yang menggenang arah ke utara, lalu dekat dekat dermaga serta di sekitar area mangrove. Hasilnya cukup mengejutkan. Kami menemukan hampir semua jenis sampah ada di Pantai Ria Kenjeran. Tidak hanya berjenis plastik sekali pakai atau daur ulang yang biasa kita jumpai, ada pula sampah logam, kaca dan B3. Dapat dibayangkan betapa sangat beragamnya sampah yang memenuhi Pantai Ria, bolehlah kami menyebutkan keanekaragaman sampah.
Sampah plastik sekali pakai maupun daur ulang kebanyakan berasal dari aktivitas pengunjung atau orang yang berada di sekitar. Karena sampah jenis tersebut seringkali berkaitan dengan aktivitas sehari-hari. Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah sampah logam, kaca, sampai B3 yang kami temukan berupa alat suntik, infus, obat-obatan kadaluarsa, serta perlengkapan medis lainnya itu berasal dari mana? Mengingat Kenjeran Park bukan rumah sakit atau pabrik, jelas-jelas tempat wisata. Dugaan kami merupakan sampah kiriman, atau sampah yang dibuang ke laut lalu lambat laun menepi atau dari aktivitas lainnya. Tetapi membuang sampah medis sembarangan itu tindakan yang membahayakan bagi manusia.
Kami juga merekap produsen mana saja yang dominan dalam temuan sampah di Pantai Ria. Proses ini kami lakukan untuk mengetahui produk yang telah dari sampah asal muasalnya dari mana, selain kita bicara konsumsi. Karena tidak ada asap tanpa api, begitu pula soal sampah tidak ada produsen tentu tidak ada konsumen, tidak ada barang plastik sekali pakai tentu tidak akan ada konsumsi pada barang tersebut. Sehingga dalam hal ini, produsen pun juga harus turut bertanggung jawab, bahwa selama ini sampah yang memenuhi setiap ruang kehidupan, salah satunya di Kota Surabaya, lebih kecilnya di Pantai Ria atau mungkin di wilayah lainnya berasal dari aktivitas ekonomi mereka.
Dari aktivitas brand audit yang telah kami coding, kurang lebih ada sekitar 137 merek dari sekitar 108 perusahaan. Temuan kami memang lebih banyak didominasi oleh barang-barang konsumsi harian berupa penggunaan plastik sekali pakai dan plastik daur ulang, di susul popok bayi serta sisa peralatan medis serta aneka sampah lainya seperti tas, baju dan lain-lain. Berikut kami sampaikan produsen yang paling dominan dalam temuan kami di Pantai Kenjeran:
Perusahaan di atas merupakan nama-nama yang familiar, aneka produknya menghias lemari-lemari kita atau memenuhi etalase toko modern sampai kelontong. Produk yang mungkin telah hadir sebagai kebutuhan primer sehingga dikonsumsi hampir setiap hari. Sehingga kami menilai untuk menyelesaikan sampah yang menumpuk di mana-mana sekarang ini, bukan sekedar tanggung jawab individu, tetapi memang mutlak juga tanggung jawab produsen dan pemerintah khususnya. Karena pendekatan penyelesaian persoalan sampah memang seharusnya menggunakan skema dari hulu ke hilir, baik dari produsen, regulator hingga konsumen.
Solusi Semu Ada Di mana-mana Termasuk Surabaya
Problem sampah memang menggurita, seperti menjadi hal yang lumrah akhir-akhir ini. Tapi sebenarnya itu bukan hal yang lumrah, tetapi boleh dikatakan sedang mengalami darurat. Mungkin bahasa darurat terlalu menakutkan, namun itulah kenyataannya. Problem sampah sekarang tidak hanya monopoli kawasan kota, tetapi telah sampai ke kawasan perdesaan. Pertanyaannya adalah, wilayah mana yang tidak mengalami problem sampah sekarang? Kecuali wilayah masyarakat adat yang hidup dengan kearifannya. Mereka lebih canggih dari aneka teknologi yang konon katanya adalah solusi atas persoalan sampah.
Pantai Ria di Kenjeran Park icon-nya Kota Surabaya yang termasyur adalah satu di antara tempat yang mengalami problem sampah, dan Surabaya adalah salah satu kota yang tergila-gila dengan solusi palsu tersebut. Meskipun begitu patut diapresiasi bahwa Kota Surabaya telah menerbitkan Peraturan Wali Kota (Perwali) tersebut Nomor 16 tahun 2022 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik di Kota Surabaya.
Namun itu saja tidak cukup, perlu ada aturan yang menguatkan Perda Nomor 6 Tahun 2022 tentang pengelolaan sampah, salah satunya memasukkan tanggung jawab produsen sampai pengelolaan sampah di level kelurahan, baik infrastruktur maupun sumber daya manusia. Sehingga perlu upaya yang terstruktur dan terencana untuk mengaplikasikan prinsip penyelesaian persoalan sampah dari hulu ke hilir, khususnya dengan menggunakan skema zero waste. Apapun yang sifatnya baik itu selalu sulit dan rumit, itulah tantangannya.
Karena itu, kepada Walikota Surabaya untuk segera bertindak mengenai persoalan sampah yang ada di Kenjeran Park, karena terlampau parah. Wajah Surabaya dipertaruhkan di situ, dan bukankah prioritas Walikota untuk menjaga salah satu icon Kota Surabaya yang masih tersisa. Lalu, persoalan sampah di Kota Surabaya memang perlu pendekatan yang lebih komprehensif, bukan dengan teknologi seperti sekarang ini yang sebenarnya tidak menyelesaikan persoalan.
Melihat persoalan ini tentu kami menyarankan kepada Pemkot Surabaya agar ke depan perlu mulai menerapkan prinsip zero waste, salah satu implementasinya adalah bertransisi ke green economic yang bertumpu pada sircular economic, penting kiranya juga agar Pemkot Surabaya memilih teknologi yang tepat sasaran, minim resiko serta yang tak kalah penting adalah persoalan pengetahuan dan kebiasaan warga kota soal kelola sampah, serta bagaimana tanggung jawab produsen. Terakhir, kami menyarankan Pemkot Surabaya untuk lebih terbuka perihal permohonan informasi dan lebih mendorong partisipasi yang inklusif bukan eksklusif.
Untuk informasi lebih lanjut silahkan email kami:
Lucky W.P (Pengkampanye Urban WALHI Jatim)