Pada tanggal 24 September 2020, bertepatan dengan Hari Tani Nasional yang ke 60, dan hari lahirnya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) 1960, warga Pakel, Licin, Banyuwangi, melakukan aksi pendudukan lahan kembali (reklaiming) di lahan mereka yang selama ini dirampas oleh PT Bumi Sari. Aksi tersebut terus berlangsung hingga kini dan melibatkan sedikitnya 800-an orang.
Sejak aksi itu, warga Pakel telah mendirikan puluhan posko perjuangan dan 1 musholah di atas lahan reklaiming. Di tempat itulah, warga Pakel, baik laki-laki ataupun perempuan menggelar kegiatan istiqosah, pengajian, dan diskusi perjuangannya secara rutin. Tiap malam mereka pun tidur di posko tersebut secara bergantian guna menjaga tindakan perusakan sepihak dari pihak tertentu.
Tiga bulan terakhir, untuk menguatkan perjuangan yang sudah dilakukan, warga Pakel mulai menanam secara berkelompok dan memperluas pembangunan pondok-pondok di lahannya masing-masing.
Namun, segala usaha perjuangan yang telah dilakukan itu kini berbuah teror. Tanaman yang siap dipanen dan pondok-pondok milik mereka mulai dirusak dan dibabat oleh sekelompok orang.
Dalam rangka merespon peristiwa perusakan itu, warga Pakel kini terus meningkatkan kewaspadaan dan saling bahu membahu melakukan patroli keamanan, menjaga tanaman, dan mendirikan kembali pondok-pondok yang telah dirusak di lahan reklaiming.
Menggalang Dukungan dari Berbagai Kalangan
Hari ini, Senin, 15 Maret 2021, puluhan warga Pakel mengunjungi pengurus Tim Kerja Advokasi Gerakan Rakyat untuk Kedaulatan Agraria (Tekad Garuda) di Surabaya. Organisasi ini terdiri dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI Jatim), LBH Disabilitas, For Banyuwangi, dan sekelompok pengacara publik.
Kedatangan mereka untuk mendiskusikan strategi advokasi atas kasus perusakan tanaman dan pondok perjuangan seperti yang telah dijelaskan diatas.
Di akhir pertemuan tersebut, seluruhnya menyepakati akan melaporkan peristiwa perusakan yang dialami warga Pakel ke Polda Jatim. Selain itu juga akan melakukan silaturahmi ke sejumlah organisasi dan universitas untuk menggalang solidaritas, diantaranya Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jatim, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jatim, dan akademisi Universitas Airlangga.
Kronologi Singkat Kasus Perampasan Lahan Warga Pakel
Sebelum melakukan aksi reklaiming pada 24 September 2020, warga Pakel telah menempuh berbagai cara selama puluhan tahun untuk mendapatkan kembali hak atas tanah mereka. Namun, segala usaha yang mereka lakukan kerap berujung buntu. Misalnya, pada tahun 1999-2001, aksi pendudukan lahan yang dilakukan oleh warga Pakel telah menyebabkan puluhan warga ditangkap, dipenjara, dan mengalami berbagai tindakan kekerasan fisik dari pihak aparat keamanan keamanan negara.
Peristiwa kekerasan tersebut juga telah menyebabkan sebagian besar pemuda/i Pakel putus sekolah, dan membuat Desa Pakel sepi dari laki-laki dewasa, karena mereka terpaksa mengungsi dan meninggalkan kampung untuk menghindari penangkapan dan kejaran aparat keamanan.
Selanjutnya, aksi reklaiming yang dilakukan pada Desember 2018, juga bernasib sama. Puluhan warga Pakel kembali mendapatkan surat panggilan dari pihak Polres Banyuwangi sepanjang tahun 2019. Bahkan, 1 orang diantaranya ditetapkan sebagai tersangka.
Aksi itu bermula pasca terbitnya sebuah pernyataan dari BPN Banyuwangi nomor 280/600.1.35.10/II/2018, tanggal 14 Februari 2018, yang menyatakan bahwa tanah Desa Pakel tidak masuk dalam HGU PT Bumi Sari. Selain itu juga merujuk pada SK Kementerian Dalam Negeri, tertanggal 13 Desember 1985, nomor SK.35/HGU/DA/85, yang menyebutkan bahwa PT Bumi Sari hanya mengantongi Hak Guna Usaha (HGU) dengan luas 1189,81 hektar, yang terletak di Kluncing dan Songgon (tidak berada di Pakel).
Kini aksi reklaiming yang mereka lakukan sejak 24 September 2020 itu terus berlangsung. Dan hari ini, 15 Maret 2021, aksi reklaiming telah memasuki bulan keenam.
Tuntutan
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Timur, mencatat bahwa konflik agraria yang terjadi di Pakel semakin mengukuhkan Banyuwangi sebagai kabupaten penyumbang konflik agraria tertinggi di Jawa Timur.
Sebagaimana diketahui, sejak tahun 2014, selain kasus Pakel, juga terdapat 5 kasus agraria lainnya di wilayah Banyuwangi yang bersumber dari sektor perkebunan, kehutanan, dan pertambangan. 6 konflik tersebut, sedikitnya telah menyebabkan 105 orang warga menjadi korban (mengalami tindakan kekerasan, kriminalisasi, ataupun hukuman penjara).
Dengan sejarah panjang penindasan dan eksploitasi seperti yang telah dijelaskan diatas, kami Tekad Garuda:
1.Mendesak Kementerian ATR/BPN mencabut ijin HGU PT Bumi Sari demi kesejahteraan warga Pakel, Banyuwangi.
2.Mendesak KPK RI untuk melakukan penyelidikan terkait dugaan tindak pidana korupsi dan pelanggaran perijinan yang dilakukan oleh PT Bumi Sari dan instansi terkait. Kami menduga, penguasaan lahan yang dilakukan oleh PT Bumi Sari selama puluhan tahun di Pakel, telah menyebabkan kerugian negara dalam jumlah yang cukup besar, dengan dugaan melibatkan beragam aktor baik pihak pejabat negara, atau atas nama negara, maupun pihak swasta.
3.Mendesak Kapolri beserta jajarannya mengusut dugaan tindak pidana penguasaan lahan secara ilegal oleh PT Bumi Sari, seperti yang telah dijelaskan dalam surat Kemendagri tahun 1985 diatas dan Surat Keterangan BPN Banyuwangi tahun 2018. Sekaligus menghentikan seluruh tindakan kriminalisasi terhadap warga Pakel yang sedang berjuang atas kasus konflik agraria ini.
4.Mendesak Kapolda Jawa Timur dan Kapolres Banyuwangi untuk mengusut secara tuntas perusakan tanaman dan pondok-pondok perjuangan milik warga Pakel.
5.Mendesak Komnas HAM melakukan investigasi dan pengumpulan data secara langsung, terkait pelanggaran HAM yang menimpa perjuangan warga Pakel selama ini.
Surabaya, 15 Maret 2021
Tekad Garuda:
(WALHI Jatim, LBH Surabaya, LBH Disabilitas, ForBanyuwangi)
Kontak: 0821-3936-5522