Pada 9 September 2020, warga desa pesanggrahan melakukan audiensi dengan Walikota Kota Batu terkait pembangunan wisata Alaska di Hutan Lindung Kasinan yang terdapat di Desa Pesanggrahan, Kecamatan Batu, Kota Batu. Dampak pembangunan wisata Alaska itu telah dirasakan oleh masyarakat Desa Pesanggrahan dengan mengeluhkan tentang debit air yang mengecil di sekitar awal tahun 2020.
Dalam audiensi yang dihadiri oleh masyarakat Desa Pesanggrahan, Desa Pesanggrahan, dan Kelompok Sadar Alas Kasinan (Pengelola Wisata) menghasilkan kesepakatan yang berisi, antara lain penghentian sementara pembangunan wisata Alaska, membongkar bangunan permanen yang ada di kawasan Hutan Lindung Kasinan, serta melakukan kajian terhadap kondisi obyek wisata yang berada di kawasan Hutan Lindung Kasinan. Namun, sampai saat ini tidak ada tindakan nyata dari Pemerintah Kota Batu terkait dengan keberadaan wisata Alaska.
Mengamati situasi permasalahan terkini pasca munculnya Wisata Alaska di Kawasan Hutan Lindung Kasinan di publik, GEBRAK (Gerakan Bersama Rakyat Kasinan) yang terdiri dari, Forum Masyarakat Desa Pesanggrahan, WALHI Jawa Timur, LBH Surabaya Pos Malang, Malang Corruption Watch, Sindikat Aksata, KIH 012 Regional Malang, Nawakalam, Front Sumberejo, LBH Bhagaskara Duta, Lembaga Yustisi Mahasiswa Islam dan FORSIL MAPALA Malang Raya. Pada tanggal 24 September 2020 mendatangi Balaikota Kota Batu untuk menuntut kepada Walikota Batu menuntut Pemerintah Kota Batu untuk:
- Pemerintah Kota Batu harus menutup dan menolak segala bentuk aktivitas investasi yang merusak hutan, lingkungan hidup, dan perampasan lahan pertanian di Kota Batu;
- Pemerintah Kota Batu harusmenjaga, melindungi, dan menyelamatkan sumber mata air di Hutan Lindung Kasinan dan Kota Batu secara umum.
- Pemerintah Kota Batu harusmengeluarkan surat keputusan penutupan wisata di Hutan Lindung Kasinan untuk semua korporasi dan selamanya, serta tidak mengeluarkan izin apapun terkait pemanfaatan untuk wisata di Hutan Lindung Kasinan;
- Pemerintah Kota Batu harusmemberikan sanksi tegas berupa surat perintah pemulihan Hutan Lindung Kasinan terhadap CV. Oerip Van Houten yang kemudian berubah menjadi CV. ALASKA.
Perlu diketahui, Hutan Lindung Kasinan merupakan wilayah yang sangat penting untung menjaga stabilitas ekosistem bagi Kota Batu, secara khusus masyarakat pesanggrahan. Hutan Lindung Kasinan sebagai salah satu wilayah penting tersebut sangat jelas termaktub dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Batu nomor 7 tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah. Berdasar Perda tersebut, menetapkan Hutan Lindung Kasinan sebagai kawasan hutan lindung dan resapan air.
Pada perda itu ditegaskan bahwa hutan lindung merupakan kawasan yang memiliki fungsi penting terhadap kelestarian alam sehingga tidak bisa dialih fungsikan. Bahkan dalam Perda tersebut, dipaparkan bahwa Hutan Lindung Kasinan yang memiliki sumber mata air ini secara spesifik diperuntukkan melayani Desa Pesanggrahan.
Selain dari dasar yuridis itu, secara praktik sosial pun masyarakat pesanggrahan yang rerata mengandalkan hasil pertanian sangat amat bergantung pada keberlangsungan fungsi Hutan Lindung Kasinan sebagai kawasan resapan air. Tetapi dua dasar kuat di atas, tampaknya tidak cukup untuk menyadarkan pihak yang ingin mengancam keselamatan ekologis masyarakat pesanggrahan dengan merusak Hutan Lindung Kasinan.
Upaya perusakan Hutan Lindung Kasinan ini bermula dari alih fungsi kawasan dari hutan lindung menjadi wisata. Alih fungsi ini dapat berjalan atas dasar kerjasama antara pengelola Wisata Alas Kasinan (Alaska) yaitu kelompok sadar alam kasinan dengan Perhutani KPH Malang yang tertuang pada PKS No. 043.7/PKS-WST/MLG/DIVRE-JATIM/2019. PKS itu yang kemudian memperlancar pembangunan wisata outbond oleh komunitas sadar alam di Hutan Lindung Kasinan petak 86B tahun 2019.
Pembangunan wisata itu telah banyak merubah ruang dari Hutan Lindung Kasinan, antara lain seperti membangun semacam gazebo dan kolam-kolam buatan di kawasan aliran air yang berasal dari sumber air Hutan Kasinan. Selain itu, pohon-pohon juga telah banyak dibabat. Dampak destruktif dari pembangunan wisata itu telah dirasakan oleh masyarakat pesanggrahan dengan mengeluhkan tentang debit air yang mengecil di sekitar awal tahun 2020.