22 Tahun Reformasi, Hak Rakyat Dilanggar

 

Rilis Walhi Jawa Timur

Jumat, 22 Mei 2020

Tanggal 21 Mei 1998, Suharto turun dari tampuk kekuasaan. Sudah hampir 22 tahun pasca lengsernya Suharto, reformasi tak kunjung menunjukan hasil yang signifikan. Selain euforia kebebasan berpendapat, yang nyatanya kini berangsur-angsur mulai dirampas. Fakta demi fakta tergambar jelas, bagaimana reformasi kali ini telah dikorupsi.

Selama 22 tahun, tidak ada pencapaian yang signifikan terkait upaya penyelesaian pelanggaran HAM berat dan pengungkapan kasus HAM berat. Mulai dari tragedi Talangsari, Priok, Trisakti hingga misteri berpulangnya Munir. Menguap begitu saja.

Aneka pelanggaran HAM kerap kali dilakukan oleh mereka yang memiliki kuasa. Kasus Dian Purnomo dan Darno, mereka dituduh melakukan perusakan waduk Sepat yang masih dalam sengketa. Entah seperti apa ceritanya, dua orang tersebut diperlakukan bak orang berbahaya. Ditangkap dan diadili tanpa bukti yang kuat. Bahkan mereka diberikan hukuman oleh pengadilan atas hal yang tidak mereka lakukan. Selepas bebas menjalani masa hukuman, saat jaksa melakukan banding, mereka ditangkap lagi bak seorang teroris.

Kondisi ini juga terjadi di Banyuwangi, saat Satumin petani hutan Desa Bayu, Songgon, Banyuwangi, ditahan tanpa ada pendamping hukum oleh Polsek Songgon. Satumin difitnah oleh Perhutani, dianggap telah merusak tanaman kopi. Padahal Satumin sedang memanen Jahe di lahan yang ia garap. Perhutani memang semena-mena, sudah banyak petani hutan yang dikriminalisasi. Selain Satumin, masih banyak lagi. Satumin sendiri sempat mengalami teror dan dijebloskan ke penjara. Walau pada akhirnya ia bebas, setelah tuntutan terhadapnya ditolak.

Tak hanya Satumin, Budi Pego seorang petani buah naga juga menjadi korban pelanggaran HAM. Di mana ia dituduh menyebarkan komunis yang ia sendiri tidak tahu. Budi adalah pejuang tolak tambang emas di Tumpang Pitu. Kasus yang menimpanya dipaksakan, dan hukuman yang diterimanya sangat bertentangan dengan azas keadilan. Karena, tidak ada bukti yang menunjukan ia bersalah. Saat kasasi ke MA, Budi Pego hukumannya diperberat. Apa yang dilakukan oleh MA bertentangan dengan azas keadilan.

Baru-baru ini di wilayah tempat Budi Pego tinggal, di mana pertambangan masih berjalan di tengah wabah COVID-19. Saat warga memprotes tambang tetap beroperasi di tengah pandemi, malahan tenda perjuangan rakyat mau dirobohkan dengan alasan pandemi. Mereka pun protes dengan menutup jalan, tetapi dibubarkan oleh polisi. Dan, kondisi itu memancing konflik horizontal, anehnya saat bentrok, polisi tidak ada di tempat. Mereka muncul kembali saat bentrok usai. Kini, ada beberapa warga yang dimintai keterangan sebagai saksi, imbas dari kejadian tersebut.

22 Tahun reformasi belum menghasilkan apapun. Pembahasan Omnibus Law, pengesahan UU Minerba dan aturan lain, tetap berlanjut selama pandemi. Aneka UU anti demokrasi dan HAM tetap dilanjutkan meski ditolak oleh masyarakat. Tentu hal tersebut bertentangan dengan prinsip Pasal 28 F, UUD RI 45.

Parahnya kebijakan atas penanganan pandemi juga tidak diutamakan, malahan siapa saja yang “mengkritik” pemerintah atas kebijakannya berpotensi dipenjarakan. Tentu, ini bersambung ke wacana menghidupkan pasal penghinaan presiden dan pemerintah.

Masih banyak kasus pelanggaran HAM berat yang belum tuntas. Masih banyak pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara. Masih banyak hak-hak rakyat yang belum terpenuhi. Negara hadir untuk melindungi dan menjamin hak rakyatnya, sebagaimana dalam UUD RI baik pada pembukaan atau dalam pasal 28. Tertuang dalam UU 39/1999 sebagai manifestasi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, UU 11/2015 tentang hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, lalu UU 12/2015 tentang hak Sipil dan Poltik.

Maka karena itu, Walhi Jawa Timur dalam rilis peringatan 22 tahun reformasi, menuntut:

1. Negara untuk menjalankan sepenuhnya mandat reformasi, yakni demokrasi sepenuhnya dan tunduk pada konstitusi.

2. Pemerintah RI untuk segera menyelesaikan kasus HAM berat masa lalu.

3. Pemerintah RI untuk memberikan jaminan dan perlindungan hak asasi manusia sesuai pasal 28 UUD RI dan Deklarasi Universal HAM.

4. Pemerintah RI mengesahkan perlindungan terhadap pembela HAM, dalam hal ini UU HAM.

5. Pemerintah RI untuk mengesahkan Permen Perlindingan Pejuang Lingkungan.

Narahubung:

Wahyu Eka. S (Walhi Jatim): 082145835417