Reportase: Wahyu Eka Setyawan
Sejak melakukan aksi yang cukup ekstrem dan menguras tenaga yakni mengayuh sepedah dari Desa Sumberagung menuju Kantor Gubernur Jawa Timur di sekitar Tugu Pahlawan, Surabaya. Warga kembali melanjutkan aksi selama tujuh hari di depan kantor Gubernur Jatim, tujuannya hanya satu yaitu bertemu serta membuka ruang dialog dengan Gubernur, sampai pada perihal tuntutan pencabutan IUP PT. BSI dan PT. DSI.
Tercatat sudah 14 hari mereka melakukan aksi ini, segala tenaga dan pikiran mereka curahkan untuk meminta Gubernur Jatim yang kini dijabat oleh Khofifah Indar Parawansa menerima suara-suara mereka dalam mewakili ekosistem di tempatnya. Mewakili generasi yang akan mendatang, anak cucu mereka yang kelak akan melanjutkan hidup di tanah airnya.
Sejak tiba di Surabaya, warga ditemani oleh kawan-kawan solidaritas yang sepenuh hati membantu aksi ini. Sejak hari pertama aksi, warga sangat berharap bertemu dengan Gubernur Khofifah, tapi pil pahit yang didapatkan. Mereka hanya akan ditemui oleh dinas-dinas terkait, yang secara pengalaman mereka hanya basa-basi saja. Sehingga warga dengan tegas menolak berdialog dengan selain Gubernur Khofifah.
Aksi dilanjutkan sampai hari kedua, ketiga, keempat dan kelima dengan sholat berjamaah, tadarus Quran, baca surat Yasin dan tahlil. Selain itu ada panggung rakyat untuk menghidupkan suasana. Hari demi hari diisi dengan berbagai seruan, tuntutan hingga caci maki. Tetapi, Gubernur tak kunjung menjumpai mereka. Warga pun tak patah semangat, mereka tetap bertahan dan akan bertahan sampai Gubernur menjumpai mereka.
Ahmad salah seorang nelayan dari Dusun Pancer Desa Sumberagung, mengungkapkan bahwa Gubernur Jatim harus menjumpai mereka. Karena ini persoalan masa depan wilayah kelola mereka, terkait ancaman pertambangan emas yang sifatnya merusak.
“Kami akan bertahan, demi Allah pertambangan ini banyak mudharat daripada manfaat. Kami ingin menyampaikan langsung kepada Ibu Gubernur yang terhormat.” Tambah Ahmad.
Massa Pro Tambang dan Kunjungan Preman
Pada hari keenam aksi, tepatnya pada hari kamis tanggal 27 Februari 2020. Warga yang sedianya akan melakukan aksi simbolik membalut diri mereka dengan kain kafan, sebagai refleksi atas realitas yang ada, di mana Gubernur masih abai dengan suara rakyatnya, sebagai sebuah tanda tentang matinya demokrasi di Jawa Timur.
Ketika hendak melakukan aksi, tepatnya pada pukul 09.00 WIB selepas mereka tiba di kantor LBH Surabaya. Tidak disangka, segerombolan orang tiba-tiba menyerang LBH Surabaya. Mereka mengaku-ngaku dari ormas tertentu. Beberapa pengacara publik dari LBH Surabaya mengalami intimidasi secara verbal, tidak hanya itu kawan-kawan solidaritas mendapatkan hal serupa.
Sahura selaku pengacara publik LBH Surabaya mengungkapkan, jika kedatangan mereka benar-benar meresahkan warga Tumpang Pitu dan jaringan solidaritas. Dia menambahkan, jika tujuan segerombolan orang tersebut untuk menghalang-halangi warga aksi.
“Ya mereka membentak dan melakukan berbagai intimidasi kepada warga. Tujuannya pun ingin menghalangi warga aksi.” Tegas Sahura
Hal itu juga diamini oleh Usman dari ForBanyuwangi, ia mengatakan jika massa berjumlah kurang lebih 25 orang, ingin menghalangi warga aksi tolak tambang. Sejalan dengan argumentasi mereka, tetapi kala ditanya kepentinganya apa, mereka tak menjawab.
“Mereka tidak menjawab terkait siapa yang menyuruh mereka, tujuannya apa, tapi yang pasti mereka mengatakan tidak membolehkan warga aski tolak tambang emas.” Cetus Usman.
Aksi pun urung dilanjutkan, karena pertimbangan keamanan. Di samping itu juga ada massa pro tambang yang hadir di Gubernuran. Mereka membawa lima bus, patut dicurigai berdasarkan informasi dari warga. Bahwa massa pro tambang dikerahkan untuk aksi tandingan dan mengacaukan perjuangan warga untuk bertemu dengan Gubernur.
Dari info awal yang akan aksi, ternyata massa pro tambang tak kunjung aksi. Sehingga patut dicurigai ada upaya memunculkan bentrok antar warga. Hal ini sejalan dengan penggerudukan kantor LBH Surabaya, secara sistematis ada upaya yang ingin mengacaukan aksi tolak tambang emas.