14 November 2019, warga Gemulo dan WALHI Jawa Timur mendatangi DPRD Kota Batu. Kedatangan ini berkaitan dengan adanya Rencana Peraturan Daerah RTRW yang mengancam keberlanjutan Lingkungan Hidup, lebih khusus ekistensi sumber mata air.
Saat bertemu dengan perwakilan DPRD Kota Batu, Walhi Jatim dan warga Gemulo, mempertanyakan tentang keberadaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) sebagai syarat awal dalam membuat suatu RTRW.
Rere selaku Direktur Walhi Jatim menyatakan, sesuai dengan yang diamanahkan dalam UU PPLH No 32 Tahun 2009 pasal 15 ayat 1, menyebutkan jika pemerintah dan pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Hal ini penting kiranya untuk memastikan bahwa prinsip keberlanjutan itu sendiri dipenuhi.
“Lebih khusus di pasal 19 ayat 1 yang menyatakan sebagai tanggung jawab untum menjaga kelestarian dan fungsi lingkungan hidup serta keselamatan masyarakat, setiap adanya perencanaan tata ruang wilayah wajib didasarkan pada KLHS.” Terang Rere
Di dalam pertemuan itu sendiri DPRD Kota batu mengaku tidak tahu menahu terkait dokumen KLHS Perda RTRW. Padahal KLHS merupakan syarat utama dalam penyusunan dan evaluasi suatu Perda RTRW. Ketidaktahuan ini menjadi implikasi fatal dalam upaya mempertahankan kelestarian wilayah Kota Batu yang sedang digempur habis-habisan, khususnya pembangunan masif yang tidak mempertimbangkan daya dukung lingkungan hidup.
Perlu diketahui, di Kota Batu sendiri sumber mata air semakin menyusut. Ada beberapa catatan yang memperlihatkan jika sebelumnya terdapat 111 mata air, lalu menyusut menjadi 51 titik, kini yang masih konsisten tinggal 28 titik. Berdasarkan telusur mata air oleh IMPALA UB, menyatakan dari eksisting 51 mata air yang ada, terdapat 17 titik mata air yang tidak dilindungi.
Aris Fuadin, selaku warga Gemulo dan Ketua Nawakalam, mengatakan akibat pembangunan yang serampangan dan tidak ada upaya melindungi kawasan-kawasan vital seperti hutan dan mata air. Suhu di Malang Raya mengalami kenaikan cukup drastis, khususnya di Kota Batu.
“Sekarang Batu banyak bangunan, semakin panas. Mata air akan terancam jika Perda RTRW yang bermasalah ini disahkan. Mau dikemanakan generasi selanjutnya.” Tanda Aris
Secara terpisah Wahyu Eka selaku bidang kampanye Walhi Jatim, menegaskan jika kini suhu di Kota Batu berdasarkan BMKG mencapai 27 derajat celcius, padahal melihat dari ketinggian wilayah serta faktor pengalaman historis, seharusnya suhu di Kota Batu rata-rata 11-19 derajat celcius.
“Artinya ada perubahan, terjadi peningkatan suhu. Secara global kenaikan suhu mencapai 0.7 derajat sampai 1 derajat celcius. Inilah yang mencadi ‘concern’ UNEP dan COP 11 dalam pembahasan climate change, karena hal tersebut relasional dengan keberlanjutan kehidupan.” Tegas Wahyu
Kondisi itulah yang melatarbelakangi kekhawatiran jika Perda RTRW disahkan, karena akan mengganggu upaya memulihkan kelestarian lingkungan untuk kehidupan berkelanjutan. Di sinilah letak pentingnya keberadaan KLHS.
Rere kemudian menambahkan alur kacau berpikir pemerintah kota Batu. Yang menurutnya mengabaikan faktor kelestarian, khususnya keberadaan vital KLHS inklusif (melibatkan seluruh elemen).
“Kalau tidak ada KLHSnya, lantas apa landasan penyusunan Perda RTRW ini? Timpal Rere.
Hasil dari pertemuan itu sendiri,DPRD berjanji akan minta ke pemkot untuk meminta KLHS nya. Selain itu, DPRD Kota Batu juga akan menindaklanjuti tentang apa yang tercantum dalam Raperda RTRW Kota Batu dalam pasal 13 ayat 10 huruf e yang menyebutkan bahwa sumber mata air cemoro kandang diizinkan untuk digunakan salah satu korporasi real estate yaitu Panderman Hils. DPRD juga berjanji akan meminta penjelasan kepada pemerintah Kota Batu mengenai hal ini.