Catatan Laskar Hijau: Pariwisata di Gunung Lemongan

Aak Abdullah Al Kudus (Laskar Hijau)

Sudah hampir setahun ini tiba-tiba di Gunung Lemongan ada pos pendaki, portal, parkiran, photo booth dan ticketing. Banyak orang yang bertanya dan beranggapan, khususnya para pendaki bahwa semua itu milik Laskar Hijau. Anggapan tersebut sangatlah wajar, karena publik selama ini tahunya bahwa pengelola Gunung Lemongan adalah Laskar Hijau. Itu karena sudah 10 tahun lebih Laskar Hijau concern (berfokus) menjaga dan merawat Gunung Lemongan ini dengan gerakan Konservasinya.

Oleh karena itu, melalui tulisan ini kami ingin sampaikan bahwa itu semua bukan milik Laskar Hijau, dan bisnis ini sedikitpun tidak ada kaitannya dengan Laskar Hijau.

Lalu Siapakah Mereka?

Yang kami tahu awalnya, yang mendirikan bangunan pos pendakian tersebut adalah Kapolsek Klakah, Pak Dodik. konon tujuannya untuk menjaga keamanan di kawasan ini. Tapi kemudian pos ini berkembang menjadi parkiran, portal, photo booth, dll. Lalu muncullah nama Pokdarwis “Sekar Lemongan” yang konon sebagai pengelola wisata Gunung Lemongan, hingga diberlakukannya ticketing sampai hari ini.

Kelompok ini sejak awal tidak ada komunikasi dengan kami. Saat mereka bangun pos, parkiran dan portal di atas kawasan hutan lindung yang berada dalam pengelolaan kami, pun mereka tanpa kulonuwun (permisi) apalagi izin. Bahkan yang menyedihkan, mereka potongi beberapa pohon konservasi di sekitar tempat itu yang kami tanam susah payah selama bertahun-tahun, termasuk bambu yang ditanam oleh almarhum Pak Imam (salah satu relawan senior Laskar Hijau) sebulan menjelang wafatnya.

Saya masih ingat ketika itu Pak Imam menggunakan bajunya untuk mengangkut tanah saat menanam bambu tersebut, karena di lokasi ini top soil-nya (tanah lapisan atas) tipis dan waktu itu tak ada alat untuk mengangkut tanah. Tanpa ragu ia lepaskan bajunya dan digunakannya untuk mengangkut tanah yang digalinya dengan tangan kosong. Tapi sayangnya saat ini bambu tersebut raib dari tempatnya.

Dalam sejarah gerakan konservasi di Gunung Lemongan, Pokdarwis ini tidak pernah menanam sebatang pohon pun untuk kelestarian kawasan ini. Sebaliknya jumlah sampah di Gunung Lemongan jadi meningkat sejak adanya bisnis wisata ini. Mereka juga tak pernah melakukan promosi apapun ketika Gunung Lemongan ini belum dilirik orang pada waktu itu.

Laskar Hijau lah yang waktu itu menanam sepohon demi sepohon saat gunung ini dalam kondisi kritis karena illegal logging yang terjadi pada periode 1998-2002. Laskar Hijau lah yang secara rutin melakukan Operasi Bersih Sampah dari puncak hingga ke bawah bersama dengan para Organisasi Pecinta Alam yang peduli pada gunung ini.

Laskar Hijau lah yang segera bergegas memadamkan api ketika kawasan hutan ini dibakar oleh perambah hutan. Laskar Hijau lah yang berulang kali diancam bahkan beberapa kali diserang oleh sekelompok perusak hutan karena dianggap sebagai penghambat bisnis mereka.

Bahkan Laskar Hijau pulalah yang selama ini mempromosikan Gunung Lemongan dengan event “Kenduri Pohon” hingga kelompok musik SLANK-pun berkenan untuk manggung di gunung ini pada tahun 2016. Tak ada nama Pokdarwis dalam sejarah panjang ini. Tapi tiba-tiba mereka muncul dan mengambil untung seenaknya di gunung ini tanpa permisi.

Sebenarnya sejak awal kami malas untuk mengomentari hal ini. Kami lebih memilih diam. Tapi bertubi pertanyaan khususnya dari para pendaki dan kawan-kawan pecinta alam dari berbagai Organisasi Pecinta Alam dan daerah terasa melelahkan untuk dijawab satu persatu. Bahkan, dalam sebuah forum diskusi tentang pariwisata di pendopo Kecamatan Klakah beberapa bulan lalu, pihak Pokdarwis menuduh kami tidak kooperatif dan seolah sebagai penghalang bisnis wisata yang sedang mereka kembangkan. Lah, permisi aja nggak, ngobrol belum pernah, ujug-ujug nuduh. Salahku opo jal??.

Dawuhnya Imam Ali bin Abi Thalib: “Lidah orang yang berakal berada di belakang hatinya, sedangkan hati orang bodoh berada di belakang lidahnya.”

Pariwisata di Gunung Lemongan

Kami tahu bahwa Gunung Lemongan punya potensi pariwisata. Sudah lama kami mendiskusikan hal ini baik di internal Laskar Hijau, dengan Organisasi Pecinta Alam, dengan berbagai stakeholder, bahkan dengan pemerintah Kabupaten Lumajang. Kenapa kami perlu diskusi panjang?Karena membangun pariwisata yang benar tidak semudah membuat loket, portal, parkiran dan photo booth lalu mendapat uang semata. Membangun pariwisata adalah membangun peradaban. Maka tak boleh asal-asalan apalagi recehan.

Kesimpulan dari diskusi kami, Gunung Lemongan tidak tepat jika dijadikan mass tourism (wisata berbasis pengunjung banyak), ia lebih bijak jika dijadikan special interest tourism (wisata khusus yang tidak berbasis pengunjung banyak). Oleh karenanya, pada tahun 2016 kami mengusulkan kepada Pemerintah Kabupaten Lumajang agar Gunung Lemongan ini dijadikan GEOPARK.

Kenapa? Karena Gunung ini memiliki kekayaan geologi yang luar biasa. Menurut ahli gunung api, Gunung Lemongan ini merupakan salah satu gunung unik di dunia. Karakter letusannya menyamping, bukan di puncak. Inilah yang menyebabkan di sekitar gunung ini banyak terdapat Maar (ranu/danau) dan Bocha (gumuk/bukit). Dengan Geopark, upaya pelestarian lingkungan, ilmu pengetahuan, budaya dan ekonomi dapat bersinergi dengan baik. Sebab seharusnya tujuan utama kita adalah konservasi, sedang pariwisata hanyalah bonusnya.

Kita ini tinggal di sebuah negara yang paling banyak memiliki gunung api (ring of fire). Tapi kita miskin keahlian tentang gunung api. Kita butuh banyak belajar tentang gunung api, karena kita lahir, besar dan mati di daerah tersebut. Geopark adalah salah satu media belajar kita yang baik tentang gunung api. Tapi sayangnya, kita tak punya banyak Geopark, dan kita bahkan cenderung memunggungi gunung api. Oleh karenanya, gagasan untuk menjadikan Gunung Lemongan sebagai Geopark menjadi penting dalam konteks ini.

Waktu itu Bupati menyetujui usul kami tersebut untuk menjadikan Gunung Lemongan sebagai Geopark, tapi sayangnya dinas terkait tak bisa bekerja dengan baik untuk mewujudkan gagasan besar ini. Bahkan feasibility study (kajian kelayakan suatu wilayah) yang mereka buat pun tak lebih dari sekedar ‘bungkus kacang’, sebab isinya seperti hasil copy paste belaka tanpa upaya penggalian yang dalam dengan melibatkan semua stakeholder di Gunung Lemongan. Hasil studi yang dibuat oleh salah satu universitas terkemuka ini pun dan tentunya tidak murah menguap begitu saja bersama dengan gagasan Geopark itu sendiri.

Tapi bagi kami ini bukan akhir dari sebuah mimpi. Meski dengan tenaga dan sumber daya yang sangat terbatas, kami terus berupaya mewujudkan gagasan ini. Tentu kami tetap berpatokan pada prinsip 3A (Atraksi, Aksesibilitas dan Amenitas) sebagai prasyarat penting yang terlebih dahulu harus dipenuhi jika kita ingin membangun sebuah pariwisata. Dan yang tak kalah penting adalah mempersiapkan sumber daya manusianya. Terutama akhlaknya.

Pesan Bung Karno kepada kita: “Bermimpilah setinggi langit, karena jika engkau jatuh, engkau akan jatuh di antara bintang-bintang.”

Salam Hirau Hidup Hijau