Pada tanggal 24 Mei 2019, Pengadilan Tinggi Jawa Timur mengelurakan surat penetapan Penahanan terhadap Dian Purnomo dan Darno penahanan dengan nomor surat 608/pen.pid/2019/pt.sby. Surat tersebut keluar sehari setelah Pengadilan Negeri Surabaya menjatuhkan vonis terhadap Dian Purnomo dan Darno. Keluarnya surat penetapan penahanan tersebut adalah sebuah bentuk pembangkangan Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Timur terhadap hukum yang berlaku.
Dalam penetapan penahanan, Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Timur harus patuh terhadap pasal 238 ayat (2) dan (3) KUHAP. Dalam penjelasan pasal 238 ayat (2) disebutkan bahwa:
“Apabila dalam perkara pidana terdakwa menurut undang-undang dapat ditahan, maka sejak permintaan banding diajukan, pengadilan tinggi yang menentukan ditahan atau tidaknya. Jika penahanan yang dikenakan kepada Pembanding mencapai jangka waktu yang sama dengan pidana yang dijatuhkan oleh pengadilan negeri kepadanya, ia harus dibebaskan seketika itu.”
Dalam perkara ini Dian Purnomo dan Darno sebagai terdakwa sudah menjalani masa tahanan selama 2 bulan 15 hari sesuai dengan keputusan Pengadilan Negeri Surabaya, sehingga mereka harusnya bebas demi hukum, sehingga surat perintah penahanan yang dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan TInggi Jawa Timur adalah bentuk kesewenang-wenangan yang merampas kemerdekaan orang lain
Tim Advokasi Selamatkan Waduk Sepat juga menduga bahwa surat penetapan tersebut tidak dibuat pada tanggal 24 Mei 2019. Itu bisa dilihat dari kronologi peristiwa pada tanggal 27 Mei 2019, Kepala Rutan Klas I Surabaya di Medaeng mengluarkan surat pembebasan terhadap Dian dan Darno dengan menyebut bahwa tidak ada lagi dasar hukum penahanan keduanya. Jika benar surat PT Surabaya dibuat pada tangal 24 Mei 2019, maka seharusnya Kepala Rutan Medaeng masih akan menahan keduanya sesuai perintah pengadilan.
Selain itu, Pengadilan Tinggi Jawa Timur harusnya baru bisa mengeluarkan penetapan penahanan setelah berkas perkara diterima dan dipelajari dalam waktu tiga hari sejak menerima berkas perkara banding dari pengadilan negeri. Padahal, pada tanggal 29 Mei 2019, saat tim kuasa hukum terdakwa mengajukan banding, panitera Pengadilan Negeri Surabaya, belum bisa memberikan akta banding dengan alasan pejabat panitera sudah pulang dan dijanjikan setelah libur hari raya idul fitri.
Dapat disimpulkan bahwa berkas perkara tersebut belum dikirimkan atau dilimpahkan ke pengadilan tinggi. Lantas, pertanyaannya adalah bagaimana mungkin Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Timur sudah menerima pelimpahan berkas perkara dari pengadilan negeri surabaya tanggal 24 mei 2019 dan mengeluarkan surat penetapan penahanan terhadap terdakwa.
Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Timur juga melampaui kewenangannya dengan melanggar prinsip pedoman Mahkamah Agung Republik Indonesia, yakni: keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor kma/032/sk/iv/2007 tentang memberlakukan buku II pedoman pelaksanaan tugas dan administrasi pengadilan, pada bagian petunjuk pelaksanaan penyelenggaraan administrasi dan teknis peradilan di lingkungan pengadilan umum perkara pidana. Tepat pada angka 16.4 ditentukan:
“Apabila masa penahanan telah sama dengan pidana penjara yang diputuskan oleh pengadilan, maka terdakwa dikeluarkan dari tahanan demi hukum.”
Kronologi Penangkapan Non-Prosedur
Surat penetapan penahanan oleh Ketua PT Jawa Timur yang tidak sah atau melawan prosedur hukum tersebutlah yang digunakan oleh 4 orang dari Kejaksaan Negeri Surabaya mendatangi rumah Dian Purnomo dan memaksa membawa Dian Purnomo. Petugas Kejaksaan Negeri Surabaya datang sekitar jam 11.00 Wib saat Dian Purnomo bersiap untuk berangkat ibadah sholat jumat.
Penangkapan itu terjadi pada tanggal 31 Mei 2019, lima hari sebelum jelang perayaan Idul Fitri atau hari terakhir sebelum libur cuti bersama. Selain itu, petugas yang melakukan penangkapan tidak pernah menunjukkan surat perintah penahanan kepada Ibu Dian Purnomo dan membuat ibunya kebingungan anaknya akan dibawa ke mana. Ibu Dian Purnomo baru tahu keberadaan anaknya setelah Tim Kuasa Hukum Selawase (Selamatkan Waduk Sepat) mendatangi Kejaksaan Negeri Surabaya untuk memastikan keberadaan Dian Purnomo. Dalam perkembangan selanjutnya Dian Purnomo dibawa ke Rutan Klas I Surabaya di Medaeng.
Sekitar pukul 12.30 WIB, kelompok yang sama mendatangi rumah pak Darno. Saat itu pak Darno belum kembali dari sholat Jumat. Mereka menanyakan keberadaan pak Darno. Meskipun sudah diberitahukan bahwa pak Darno tidak ada di tempat dan masih sholat Jumat, 3 orang memaksa memasuki rumah dan membuka ruangan-ruangan di dalam rumah. Di waktu bersamaan kelompok yang lain menemui pak Darno di masjid Hidayatul Amin, Sepat, Lidah Kulon, Surabaya Barat. Mereka membonceng pak Darno ke arah rumahnya.
Warga yang sudah resah mencari tahu keberadaan Dian Purnomo, kemudian melihat pak Darno dibonceng orang tidak dikenal, lalu mereka mengikuti ke rumah pak Darno. Terjadi perdebatan antara warga, tim pendamping dan sekelompok orang dari Kejaksaan Negeri Surbaya. Warga menolak pak Darno dibawa oleh mereka karena surat penangkapan yang tidak sah. Sampai sekitar jam 14.00 sekelompok orang ini akhirnya meninggalkan rumah pak Darno tanpa berhasil membawa pak Darno.
Seperti diketahui, Darno dan Dian Purnomo adalah seorang pejuang lingkungan yang sedang mempertahankan Waduk Sepat dari alih fungsi untuk dijadikan perumahan oleh PT Ciputra. Kriminalisasi yang menimpa mereka, menunjukkan sebuah cerita pilu sang pejuang lingkungan. Sekaligus merobek nilai dan semangat yang telah tertuang dalam pasal 66 UU Nomer 32 tahun 2009, yang berbunyi :
“Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.”
Tuntutan yang Harus Dipenuhi Pengadilan Tinggi
Sehubungan dengan tindakan tersebut, kami menuntut Pengadilan Tinggi Jawa Timur, dengan penuh kesadaran dan demi keadilan hukum untuk menghentikan kriminalsasi terhadap Dian Purnomo dan Darno.
Selain itu, demi profesionalitas dan integritas sebagaimana yang diamanahkan undang-undang, maka Pengadilan Tinggi Jawa Timur harus membatalkan surat penetapan penahanan yang dikeluarkan oleh pengadilan Tinggi Jawa Timur. Karena cacat hukum, serta mengangkangi persoalan hak asasi manusia.
Pengadilan Tinggi Jawa Timur harus membebaskan Dian Purnomo dari Rutan Klas 1 Surabaya di Medaeng segera. Karena mereka memiliki hak untuk hidup bersama keluarga dan menafkahi keluarga. Maka dari itu perlu diketahui kami akan selalu menekan Pengadilan Tinggi Jawa Timur dan instrumen terkait demi tegakknya keadilan.
Jika dalam waktu satu minggu belum ada keputusan terkait permintaan kami. Maka kami akan melakukan tindakan hukum untuk melaporkan Ketua Pengadilan TInggi Jawa Timur yang mengeluarkan surat penetapan penahanan yang tidak sah dan cacat hukum serta semua pihak yang menggunakan surat tersebut untuk merampas kemerdekaan dua orang aktivis lingkungan yakni Dian Purnomo dan Darno baik secara pidana maupun perdata.
Kontak:
Rere Christanto – Direktur WALHI Jatim (083857642883)