Bebaskan Ketiga Warga Penolak Kilang Minyak, Batalkan Pembangunan Kilang Minyak di Jenu Tuban

RILIS MEDIA Persatuan Warga Penolak Kilang Minyak Tuban

Pada tanggal 8 Januari 2019, pihak Pertamina memberikan undangan konsultasi publik yang ditujukan kepada pemilik tanah sekitar pukul 00.00 WIB – 01.00 WIB, lalu dilanjutkan kembali pada tanggal 9 Januari. Dalam kegiatan tersebut, bahwa yang memberikan undangan adalah Kepala Dusun Pomahan, Desa Sumur Geneng dengan pihak Pertamina serta Polsek Jenu.

Pembagian pertemuan konsultasi publik itu dibagi menjadi dua, yaitu bertempat di Balai Desa Sumur Geneng yang dihadiri oleh warga sumur geneng, dan di Kecematan Jenu yang dihadiri oleh warga Desa Wadung. Tujuan dari pertemuan tersebut adalah untuk membahas terkait dengan pembangunan kilang minyak milik Pertamina. Diketahui bahwa undangan itu ditujukan untuk 400 orang warga, tetapi faktanya dalam undangan hanya mengundang 150 orang warga.

Sementara itu, saat acara konsultasi publik di Sumur Geneng yang menghadiri hanya sekitar 40 orang. Kemudian, dari hasil konsultasi publik tersebut, ada penolakan dari warga Kecamatan Jenu dan warga Desa Sumur Geneng. Fakta lain, saat pertemuan konsultasi publik teraebut, ternyata juga di hadiri oleh anggota TN dan anggota Kepolisian yang jumlahnya kurang lebih sekitar 120 orang. Dalam pertemuan tersebut yang menjadi narasumber adalah dari Pihak Pertamina dan Dwi Mardiyana perwakilan dari Pemprov Jatim.
Setelah konsultasi publik, warga berkumpul untuk melakukan penolakan pembangunan kilang minyak tersebut.

Warga kemudian membuat pernyataan terkait dengan penolakan atas pembangunan, dan ditandatangani oleh kurang lebih 4.100 orang dari gabungan dua desa, yaitu Desa Sumur Geneng dan Desa Wadung (arsip terlampir). Kemudian warga memberikan kuasa kepada Suwarto (mantan warga Sumber Geneng dan Mantan Jaksa Daerah) untuk memberikan surat penolakan pembangunan kilang tersebut kepada 11 instansi (Presiden, Komnas HAM, dll, arsip terlampir), pun juga kepada Pemprov Jatim pada tanggal 17 Januari 2019, namun tidak ada respons atas surat penolakan tersebut.

Pada tanggal 29 januari 2019, warga melakukan aksi di depan kantor DPRD Kabupaten Tuban. Karena bertepatan dengan adanya kunjungan kerja ke luar kota yang dilakukan oleh anggota DPRD yang lain, pada aksi tersebut warga hanya ditemui oleh satu orang perwakilan dari anggota DPRD. Tujuan warga melakukan aksi tersebut adalah menolak pembangunan kilang minyak dan tidak menginginkan adanya penetapan lokasi pembangunan di daerahnya. Pada tanggal 1 Februari 2019, Surat informasi terkait penentuan lokasi pembangunan kilang minyak itu sudah tertempel di Kecamatan Jenu (bukti didokumentasikan). Setelah mengetahui adanya info tersebut, warga datang untuk mengklarifikasi kepada kepala desa beserta perangkat desa lainnya, namun mereka tidak mengetahui sama sekali terkait dengan adanya penentuan lokasi pembangunan kilang minyak.

Kemudian Kepala Desa membuat surat pernyataan yang isinya adalah menyatakan bahwa tidak tahu menahu tentang penentuan lokasi pembangunan kilang minyak tersebut, dan tidak pernah menandatangani berita acara kesepakatan penetapan lokasi serta menolak penentuan lokasi pembangunan kilang minyak tersebut. Diketahui saat penentuan lokasi pembangunan kilang minyak, ternyata secara sepihak telah diterbitkan pada tanggal 10 januari 2019 dan ditempel di kecamatan pada tanggal 1 Februari 2019. Pada tanggal 4 Februari 2019, Suwarto megirim surat keberatan penentuan lokasi pembangunan kilang minyak kepada Pemprov Jatim. Setelah tidak ada respons, pada saat itu juga warga mengajukan gugatan ke PTUN, dengan muatan gugatan terhadap surat penentuan lokasi pembangunan kilang minyak.

Saat pengajuan gugatan warga didampingi oleh tiga Penasihat Hukum. Sebelum gugatan warga diterima di PTUN, pada awalnya jumlah Pengugatnya adalah berjumlah lebih dari 100 orang, tetapi kemudian ada beberapa warga yang tidak mempunyai Letter C sehingga pada akhirnya penggugat yang memiliki letter C lah yang dapat menjadi Penggugat, yaitu berjumlah 23 warga dari gabungan dua desa. Tergugat adalah Gubernur Jawa Timur. Tepatnya pada Pada tanggal 15 april 2019 agenda sidang adalah pembacaan putusan, dalam putusan tersebut PTUN memenangkan warga (Court calendar terlampir).

Peristiwa Kriminalisasi Warga Penolak Kilang Minyak

Tiba-tiba warga mengetahui adanya patok di lahan milik Nurhadi, broker, dan tanah kas desa. Pemasangan patok tersebut dilakukan tanpa izin dari Kepala Desa setempat. Setelah mengetahui bahwa pemasangan patok tersebut tanpa izin, lalu empat orang perwakilan warga meminta izin ke Kepala Desa untuk mencabut patok tersebut. Perlu diketahui tanah yang dipasang patok tersebut untuk dijual ke pertamina. Nurhadi dan beberapa orang yang tidak diketahui mematok tanah miliknya sendiri, milik broker dan tanah kas Desa.Saat pencabutan patok warga sudah mendapatkan izin dari Kepala Desa.

Setelah pencabutan patok, warga merencanakan aksi pada tanggal 23 maret 2019.Pada tanggal 22 maret 2019, dua orang perwakilan warga, yaitu Dwi Trisno dan Mashuri menyampaikan pemberitahuan aksi ke Polsek jenuh, namun Polsek tidak mengizinkan dengan alasan keberatan. Kemudian Dwi Trisno dan Mashuri diarahkan ke Polres Tuban, lalu mereka berdua memberitahukan hal ini melalui grup whatsapp. Saat penyerahan surat pemberitahuan aksi, tanpa ada surat pemanggilan dan surat perintah penahanan dari pihak kepolisian, mereka berdua lansung ditahan. Surat penahanan ternyata baru dibuat dan diserahkan pada bersangkutan yakni Dwi Sutrisno dan Mashuri tanggal 22 Maret 2019.

Penangkapan keduanya berdasarkan laporan dari Nurhadi seorang warga yang berniat menjual tanahnya dan pro pembangunan kilang minyak. Warga yang ditangkap tersebut didakwa dengan pasal 170 KUHP. Setelah mengetahui adanya berita penangkapan terhadap Dwi dan Mashuri, kemudian warga mendatangi Polres Tuban. Warga meminta untuk kedua orang tersebut dibebaskan. Selanjutnya, Kepala Desa dan perwakilan keluarga diberikan kesempatan untuk melakukan perundingan bersama dengan pihak Polres Tuban. Sebelum warga datang, Suwarto terlebih dahulu datang ke Polres Tuban.

Perlu diketahui, alasan pihak kepolisian menahan mereka berdua, karena akan dilaksanakan mediasi pada hari senin 25 maret 2019. Pada saat mediasi didatangi oleh perwakilan keluarga, Kepala Desa, dan seorang kuasa hukum. Mediasi tersebut gagal, lalu pada tanggal 26 maret 2019 warga mengajukan penaguhan penahanan namun pada sampai saat ini masih belum ada jawaban. Maka dari itu, melihat fakta serta yang tersaji yang mana warga dengan jelas menolak adanya pembangunan kilang minyak, serta telah bersepakat untuk tidak menjual tanahnya. Serta proses penerbitan prioritas penerbitan lokasi tidak disetujui oleh warga, dan secara tata aturan tidak sah. Bahkan yang terbaru mereka dikenakan pasal 156 KUHP, dengan ancaman dua bulan penjara melalui sidang prematur. Yang mana sidang dipaksakan digelar dengan aneka manipulasi dan kejanggalan.

Maka apa yang terjadi pada warga tersebut merupakan bentuk pelanggaran serius, yang mana mereka ditangkap tanpa ada proses legal sebelumnya. Dan, proses tersebut bertepatan dengan adanya perlawanan warga dalam mempertahankan tanahnya, termasuk gugatan ke PTUN.Secara sah, seharusnya warga tidak dapat ditahan semena-mena mengacu pada pasal 66 UU No. 32 Tahun 2009 terkait Lingkungan Hidup. Yang mana warga yang mempertahankan lingkungannya tidak bisa dikriminalisasi.

Tentu hal ini, menunjukan adanya proses SLAPP atau Strategic Lawsuit Against Public Participation, atau proses pembungkapan publik melalui upaya hukum.Oleh karena itu, kami segenap warga penolak pembangunan kilang minyak dan solidaritas bebaskan pejuang Lingkungan Hidup yang dikriminalisasi, menuntut:

  • Hentikan kriminalisasi terhadap warga Jenu.
  • Bebaskan Mashuri, Dwi Sutrisno, dan Sagung dari segala tuntutan hukum demi keadilan.
  • Batalkan pembangunan kilang minyak di Jenu Tuban.
  • Segenap elemen pemerintah, keamanan dan stakeholder terkait, untuk menghormati, menghargai dan menegakkan hak asasi manusia. Mematuhi hak dasar yang tertera dalam UUD 1945 dan Pancasila.