Jambore Perempuan Tolak Tambang

“Perluasan Geografi Produksi Industri Ekstraktif 
dan Dampaknya terhadap Kaum Perempuan”


Meluasnya industri ekstraktif di pesisir Selatan Jawa Timur belakangan ini, terus memicu laju krisis sosial-ekologis semakin meningkat tajam dalam bentuk yang kompleks dan rumit. Hal ini salah satunya dipicu oleh terus lahirnya regulasi yang tidak berpihak terhadap keselamatan ruang hidup rakyat.

Dalam catatan akhir tahun 2016, WALHI Jawa Timur menemukan berbagai regulasi baik dari tingkat nasional hingga tingkat daerah yang bisa dianggap sebagai ancaman terhadap ekologi Jawa Timur. Setidaknya ada 69 regulasi yang dikategorikan sebagai ancaman terhadap keselamatan ekologi dengan rincian: 35 regulasi tingkat pusat, 3 regulasi tingkat provinsi, dan 31 regulasi tingkat daerah.

Pencaplokan wilayah kelola rakyat ini bisa dilihat dari luasnya lahan usaha pertambangan baik migas maupun mineral di Jawa Timur. Di sektor migas setidaknya tercatat 63 Wilayah Kerja Pertambangan dengan pembagian 31 Wilayah Kerja Pertambangan dengan status eksploitasi atau KKKS (Kontraktor Kontrak Kerjasama), dan 32 Wilayah Kerja Pertambangan yang sedang dalam status eksplorasi.

Sementara di sektor pertambangan mineral, data yang dihimpun melalui Korsup KPK (Koordinasi-Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk Pertambangan Mineral dan Batubara menunjukkan bahwa per 29 Agustus 2016, jumlah IUP di Jawa Timur mengalami penurunan bila dibanding data Kementerian ESDM di tahun 2012 yaitu dari 378 IUP di tahun 2012 menjadi 347 IUP di tahun 2016. Namun terdapat peningkatan signifikan terhadap luasan lahan pertambangan.

Jika di tahun 2012 luas lahan pertambangan di Jawa Timur hanya 86.904 hektar, pada tahun 2016 tercatat luasan lahan pertambangan di Jawa Timur mencapai 551.649 hektar. Dengan mengacu angka dalam dua dokumen ini maka kenaikan jumlah lahan pertambangan di Jawa Timur mencapai 535% hanya dalam jangka waktu 4 tahun saja.

Meningkatnya jumlah luasan lahan untuk industri ekstraktif pertambangan ini, tentunya telah mengantarkan pada persoalan terus menciutnya ruang hidup rakyat dan berpotensi besar memicu angka kemiskinan menjadi semakin melonjak di Jawa Timur. Situasi ini juga akan terus mengarahkan pada pemisahan kelompok perempuan dari ruang hidupnya (sarana produksi; tanah, sejarah, hubungan sosial, dan ekologi), dan menambah jumlah beban sosial baru terhadapnya seiring dengan masih langgengnya sistem patriarki.

Mengingat besarnya potensi penyingkiran ruang hidup rakyat dan dampak yang ditimbulkan oleh meluasnya industri pertambangan di Jawa Timur, khususnya terhadap kaum perempuan, maka memastikan tersedianya ruang komunikasi stategis antar kelompok perempuan menjadi suatu kebutuhan yang mutlak. Hal ini bertujuan untuk mendukung pemenuhan prasyarat terbangunnya jaringan organisasi dan pengetahuan antar kelompok perempuan di wilayah rawan konflik agraria (yang dipicu oleh meluasnya industri pertambangan), menjadi lebih baik.

Untuk itu, dalam rangka menjawab dan merefleksikan kembali bagaimana persoalan diatas, maka penting kiranya, sebuah pertemuan strategis lintas komunitas perempuan diselenggarakan. Bertepatan dengan itu, sebagai puncak dari putaran Kelas Belajar Perempuan Tolak Tambang tahun 2018, yang difasilitasi oleh WALHI Jatim dengan melibatkan 4 komunitas dari Kabupaten Banyuwangi, Lumajang, Sidoarjo, dan Kotamadya Surabaya, maka pertemuan “Jambore Perempuan Tolak Tambang” ini diselenggarakan.

Tempat: Taman Dwarakerta, Porong, Sidoarjo

Jadwal Acara

Hari I: Kamis, 14 Februari 2019

  • 00-09.30 Pembukaan acara panitia
  • 30-12.30 Diskusi Nasional: Perluasan Geografi Industri Ekstraktif, Bencana Ekologis, dan Penyingkiran Kaum Perempuan

-KLHK

-KKP

-KPK

-Gubernur Jatim Terpilih

-WALHI

-JATAM

-PUSHAM Surabaya

-HRLS

-Komunitas perempuan: Lumajang, Banyuwangi, Surabaya, Sidoarjo

  • 30-13.30 Istirahat/makan siang
  • 30-15.00 Diskusi Tematik I: Perempuan, Patriarki, dan Pusaran Industri Ekstraktif

Perwakilan perempuan korban bencana Lumpur Lapindo-Sidarjo

-Akademisi (psikologi)

-Solidaritas Perempuan

-WALHI Eksekutif Nasional

  • 00-15.30 Panggung seni
  • 30-17.00 Diskusi Tematik II: Energi Kotor dan Mata Rantai Krisis

-Perwakilan warga Celukan Bawang-Bali

-Perwakilan warga Batang

-Green Peace

 

Hari II: Jumat, 15 Februari 2019

  • 30.00-11.00 Diskusi Tematik III: Industri Ekstraktif, dan Pelanggaran HAM

-Perwakilan perempuan Tumpang Pitu Banyuwangi -Perwakilan perempuan pesisir Lumajang

– HRLS Universitas Airlangga -WALHI Jatim

-Tekad Garuda

  • 00-13.30 Istirahat/shalat Jumat/makan siang
  • 30-15.00 Diskusi Tematik IV: Gerakan Perempuan dalam Penyelamatan dan Pemulihan Ruang Hidup

-Perwakilan perempuan Jatim: Banyuwangi, Lumajang, Sidoarjo, Surabaya

-Perwakilan perempuan Kendeng

-YLBHI

  • 00-15.30 Panggung Seni
  • 30-17.00 Diskusi Tematik V: Perempuan, Tata Kelola Pesisir, dan Ancaman Industrialisasi Pariwisata

-Perwakilan Perempuan Nambangan Surabaya -Perwakilan Bali Tolak Reklamasi

-Warga Pulau Pari-Jakarta

-Akademisi

-Kiara

 

Hari III: Sabtu, 16 Februari 2019

  • 00-10.30 Diskusi Tematik VI: Gerakan Mahasiswa dan Perjuangan Rakyat

-KHM

-PMII

-SGMI

-LAMRI

  • 30-11.00 Panggung Seni
  • 00-12.30 Diskusi Tematik VII: Air dan Komunitas: Potret Krisis dan Komodifikasi Air

-Kruha

-Ecoton

-Warga Tumpang Pitu

– Hendro Sangkoyo (SDE)

-Warga Batu

  • 30-13.30 Istirahat/makan siang
  • 30-16.00 Lokakarya    

-Sablon dan Cukil sebagai Media Kampanye Perjuangan

-Menulis Lirik Perjuangan

-Dasar-dasar Video Editing

  • 00-17.00 Panggung Seni
  • 00-17.30 Penutupan

 

Narahubung untuk kegiatan ini ada pada:

Rere Christanto (telp: 031-8299942. HP/WA: 083857642883. Email: rere@walhijatim.or.id)

Afandi (WA: 082139365522)

Wahyu (082145835417)