*Reportase Walhi Jatim
Pada hari Rabu tanggal 30 Mei 2018, tepat di hari ke 14 bulan Ramadhan, warga Sepat bersama masyarakat yang tergabung dalam Solidaritas Peduli Waduk Sepat mengadakan aksi di DPRD Kota Surabaya, untuk memperjuangkan keberadaan dan kelestarian Waduk Sepat. Aksi ini sendiri merupakan tanggapan terhadap diskresi Pemkot Surabaya yang mengadakan pertemuan dengan beberapa elemen masyarakat sekitar Waduk Sepat, terutama ketua RW III dan V, beberapa orang yang mendaku tokoh masyarakat Sepat dan LPMK.
Menurut Dian Purnomo selaku koordinator aksi, mengungkapkan jika di dalam pertemuan tersebut Pemkot mengklaim bahwasanya Waduk Sepat sudah memiliki kekuatan tetap, terkait ruislag dengan PT. Ciputra, sehingga melegitimasi perusahaan properti tersebut untuk melakukan pembangunan proyek perumahan Citraland.
“Kemudian dalam pertemuan tersebut Pemkot Surabaya juga mengatakan telah melakukan sosialisasi terkait pembangunan saluran air dan rencana pembangunan Waduk Sepat oleh Ciputra, dengan pengelolaan 1 Hektar untuk warga sekitar Waduk Sepat,” terang Dian Purnomo
Kemudian Wahyu Eka, selaku perwakilan Walhi Jatim menegaskan, perlu diketahui bersama jika dalam pertemuan tersebut tidak melibatkan warga Sepat secara keseluruhan, terutama warga yang berkeinginan mempertahankan Waduk Sepat. Selain itu tidak semuanya warga sepakat dengan mekanisme pengelolaan sekitar 1 Hektar, yang ditawarkan oleh Pemkot untuk mereduksi eksplosivitas gerakan “Pertahankan Waduk Sepat.”
“Realitas faktualnya, warga bersama Walhi Jatim dan LBH Surabaya berhasil memenangkan gugatan informasi publik terhadap Pemkot Surabaya, terkait dokumen-dokumen lingkungan (AMDAL, UKL/UPL, Izin Lingkungan) atas PT Ciputra dalam melaksanakan usaha di atas lahan Waduk Sakti Sepat di Kelurahan Lidah Kulon, terkait pembangunan Waduk Sepat,” ungkap Wahyu Eka
Wahyu menambahkan, berdasarkan Keputusan Mahkamah Agung yang menolak Peninjauan Kembali (PK) Pemkot Surabaya dengan nomor gugatan 111PK/TUN/2017, maka Pemkot Surabaya harus membuka dokumen-dokumen yang diminta oleh Warga. Tertanggal 8 Februari 2018 warga kembali melakukan aksi di Balai Kota meminta Pemkot Surabaya membuka dokumen-dokumen terkait Waduk Sepat, hasilnya Pemkot Surabaya tidak dapat menunjukan dokumen yang diminta oleh warga.
“Ini jelas kontradiktif dengan statemen Pemkot terkait legalitas Waduk Sepat yang mereka yakini sudah berkekuatan hukum tetap, dengan fakta rill yang sudah terpapar jelas berdasarkan pengakuannya, maka Pemkot Surabaya telah melakukan kesalahan fatal dengan mengaburkan fakta yang sesungguhnya. Kemudian Pemkot juga tidak dapat semena-mena memutuskan solusi yang mereka berikan kepada warga, terkait pengelolaan 1 Hektar lahan Waduk Sepat, karena tidak berdasarkan musyawarah dan proses hukum masih berjalan,” Tambah Wahyu Eka
Perlu diketahui jika warga telah mengirimkan somasi terkait ruislag Waduk Sepat, serta dalam waktu dekat akan menggugat Pemkot Surabaya melalui mekanisme Citizen Law Suit (CLS). Selain itu, terkait rencana pembangunan saluran air untuk langkah preventif terhadap banjir, sudah merupakan tugas serta tanggung jawab Pemkot Surabaya terhadap keselamatan warganya, sehingga tidak ada kaitannya dengan problem sengketa Waduk Sepat.
Jadi pada intinya, Waduk Sepat tidak boleh dibangun apapaun dan harus tetap lestari sebagaimana fungsinya. Waduk seyogiyanya menjadi tempat imbuhan air, muara dari beberapa saluran air, sehingga perannya sangat vital sekali untuk menunjang kehidupan warga sekitar agar lebih baik terbebas dari banjir.
Waduk Sepat Dalam Perlindungan Hukum
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 pasal 25 menyebutkan jika, kawasan konservasi sumber daya air dilaksanakan pada sungai, danau, waduk, rawa, cekungan air tanah, daerah tangkapan air, kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam dan kawasan pantai. Hal ini juga didukung oleh PP Nomor 37 Tahun 2010 di bagian keempat pasal 92 mengenai konservasi waduk. Sudah jelas sekali jika rencana pelepasan Waduk Sepat oleh Pemkot untuk dijadikan kawasan perumahan, merupakan tindakan yang inkonstitusional karena tidak mematuhi Undang-Undang tersebut.
Aksi ini menyasar DPRD Kota Surabaya dan Pemkot Surabaya, karena fungsinya sebagai legislatif dan eksekutif yang secara tugas, pokok dan fungsi, harus mewadahi, memfasilitasi serta mendukung konstituennya yaitu warga Kota Surabaya, untuk mempertahankan Waduk Sepat berdasarkan dari Undang-Undang serta fungsi sosial ekologisnya. Warga Kota Surabaya khususnya warga Sepat, memiliki kuasa untuk meminta DPRD Kota Surabaya dan Pemkot Surabaya mendengarkan dan melaksanakan tututan warga, sebagai amanah dari demokrasi yang telah tercantum dalam UUD 1945 dan Pancasila.
Dalam aksi tersebut warga meminta DPRD Kota Surabaya dan Pemkot untuk mengembalikan Waduk Sepat sebagaimana fungsi awalnya. Lalu, membatalkan ruislag yang dilakukan oleh Pemkot Surabaya dengan PT. Ciputra. Waduk Sepat harus utuh seperti sedia kala, luasan Waduk Sepat kurang lebih 6,675 Hektar dan kelestarian dari Waduk Sepat harus dipertahankan.
Waduk Sepat sebagai entitas yang multidimensional, merupakan saksi panjang perjuangan warga dalam upaya mempertahankannya. Waduk Sepat memiliki nilai intrinsik yang relasional dengan jati diri warga sekitar, selain memiliki sisi inheren dengan nilai kultural, ekonomi dan sosial, waduk Sepat juga merupakan benteng pertahanan ekologis urban, yang semakin tersisih dari ekosistem perkotaan. Maka, mempertahankan Waduk Sepat merupakan sebuah keharusan untuk melindungi identitas Surabaya.