Kondisi Area Sekitar Tak Layak, Korban Lumpur Lapindo Juga Rasakan Dampak Lingkungan dan Kesehatan

TRIBUNJATIM. COM, SURABAYA – Hasil penelitian mengenai kondisi area lumpur Lapindo membuktikan hal yang mengejutkan. Meski sudah 11 tahun, semburan lumpur Lapindo yang terjadi di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Sidoarjo, sampai sekarang dampaknya masih dirasakan warga.Selain korban yang kehilangan tempat tinggal, kondisi dan lingkungan di sekitar daerah tersebut juga rusak.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Timur melakukan penelitian terhadap tanah dan air di area semburan lumpur Lapindo. Dari hasil penelitian, air dan tanah di area tersebut terbukti mengandung PAH atau Polycyclic Aromatic Hydrocarbon sampai 2.000 kali di atas ambang batas normal.

“Kalau menurut UNEP PBB, PAH itu senyawa berbahaya yang bersifat karsiogenik atau zat pemicu kanker,” ujar Direktur WALHI Jatim, Rere Christianto, Senin (29/5/2017).

Selain WALHI Jatim, tim kelayakan permukiman yang dibentuk Gubernur Jatim juga melaporkan hal serupa. Level pencemaran udara oleh Hydrocarbon mencapai tingkat 8 ribu sampai 220 ribu kali lipat di atas ambang batas. Selain tanah dan air, hasil pemantauan kualitas udara WALHI menggunakan Eco Checker menunjukkan kondisi gas sekitar area.
Gas Hidrogen Sulfida (H2S) di sekitar lumpur Lapindo mencapai angka 85 ppb (part per billion).

WALHI Jatim pun membandingkan hasil pengukuran itu dengan udara di sekitar kantor WALHI Jatim di Jalan Karah, Surabaya.
Di Jalan Karah, angka H2Snya menunjukkan sebesar lebih kurang 35ppb saja.

“H2S merupakan gas beracun, kalau terus terpapar dan terakumulasi di dalam tubuh, tentu bukan hal yang sehat,” tambah Rere.

Dari data WALHI Jatim, korban di sekitar lumpur Lapindo memang terjangkit beberapa penyakit. Penyakit tersebut seperti ISPA, gastrytis, infeksi kulit, diare, dan penyakit lain. Oleh karena itu, WALHI Jatim berharap kepada Lapindo untuk memberikan ganti rugi yang lebih dari sekadar rumah dan tanah yang tenggelam karena lumpur panas, ke korban.

“Ganti rugi ini seperti sebatas jual beli tanah dan bangunan antara korban dengan Lapindo atau pemerintah saja. Hak-hak yang lain seolah terabaikan” tutup Rere.

(c)TribunJatim