Senin (26/9/2016) pukul 19.35 WIB, rintik hujan mulai turun membasahi kota Lumajang. Para pejalan kaki ataupun para penunggang kendaraan sepeda motor di jalanan terlihat mulai menepi mencari tempat berteduh. Sebagian yang lainnya tetap melaju dengan kecepatan tinggi berharap segera tiba di rumah. Rintik hujan membawa suasana di beberapa sudut kota Lumajang mendadak sepi.
Namun suasana ini sedikit berbeda dengan keadaan di halaman kantor Bupati Lumajang. Ada ratusan orang yang mulai berkumpul. Bahkan mereka berasal dari berbagai daerah. Mereka datang untuk menghadiri kegiatan doa bersama satu tahun kematian seorang petani dan pejuang lingkungan, Salim Kancil. Seperti yang diketahui, Salim Kancil, dibunuh secara terencana oleh Hariyono, Mat Dasir, dan puluhan pelaku lainnya, setahun yang lalu karena menolak kegiatan pertambangan di desanya, Selok Awar-Awar, Pasirian, Lumajang (26/9/2015). Pembunuhan tersebut juga mengakibatkan korban lainnya, Tosan, mengalami luka berat. Dalam prosesnya, Hariyono dan Mat Dasir hanya divonis 20 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya (23/6/2016). Sementara tersangka lainnya di vonis dengan hukuman yang lebih ringan.
Kegiatan doa bersama ini diselenggarakan oleh panitia bersama dengan melibatkan banyak elemen masyarakat sipil. Acara ini tepat dimulai pada pukul 21.15 WIB, dan dibuka dengan sambutan dari beberapa pihak, diantaranya Tosan, Gus A’Ak, dan Bupati Lumajang.
Setelah doa bersama, kegiatan acara dilanjutkan dengan ragam pentas budaya, yang meliputi pembacaan puisi, pentas teater, orasi budaya, dan pentas musik. Selain melibatkan seniman asal Lumajang, pentas budaya ini juga melibatkan seniman dari Sumenep, Madura dan beberapa daerah lainnya.
Dalam keterangannya, Gus A’Ak, selaku pantia, mengatakan tujuan penyelenggaraan kegiatan ini adalah selain untuk memperingati 1 tahun wafatnya Salim Kancil, juga diharapkan dapat menjadi ruang untuk membangun sebuah sinergi antara masyarakat dan pemerintah. “Selama 1 tahun ini sudah beragam hal yang terjadi. Sudah saatnya sekarang untuk move on, dan bergerak bersama”, ungkapnya.
Bagi Tosan, 1 tahun peristiwa pembunuhan Salim Kancil masih menyisakan beberapa hal penting. Baginya, kasus ini belum memperlihatkan keadilan yang nyata, karena dalam prosesnya masih banyak pelaku lain yang berkeliaran dan tidak ditetapkan sebagai tersangka. Selain itu kekecewaanya terhadap proses hukum juga semakin bertambah karena seluruh pelaku yang sudah ditetapkan sebagai tersangka divonis dengan hukuman yang berbeda-beda. Padahal baginya, semua memiliki tujuan yang sama, yakni melakukan pembunuhan berencana. “Saya sudah menyampaikan hal ini kepada Kapolres Lumajang. Namun malah direspon dengan jawaban kurang saksi untuk melanjutkannya. Mengapa kurang saksi, saya kan saksi hidup yang juga ikut mengalami penyiksaan yang dilakukan oleh tersangka”, Ungkapnya.
Tosan menambahkan, kasus Salim Kancil juga menjadi bukti pencorengan terhadap pemerintah Indonesia. Karena menurutnya peristiwa pembunuhan Salim Kancil terjadi di Kantor Kepala Desa. “Kantor Kepala Desa yang seharusnya menjadi tempat untuk menyelesaikan masalah yang ada di desa, kok malah menjadi tempat berlangsungnya pembunuhan”, Tegasnya.
Ia menegaskan bahwa kegiatan pertambangan di seluruh Lumajang harus ditutup, karena telah merusak norma-norma kehidupan.
Hal senada juga diungkapkan oleh Tijah, istri Almarhum Salim Kancil. Baginya, vonis yang dijatuhkan oleh hakim PN Surabaya terhadap pembunuh suaminya tidak seperti yang ia harapkan. Tijah merasa bahwa hingga hari ini, ia tidak percaya jika suaminya telah tiada. “Saya merasa Pak Salim masih hidup, karena tiap hari ia selalu datang ke dalam mimpi-mimpi saya. Ia mengatakan kepada saya, agar jangan menangis dan bersedih. Namun kadang-kadang saya juga menangis. Tetapi saya tidak mau menangis di rumah, karena takut nanti kalau dilihat anak dan cucu saya mereka bisa tambah sedih. Jadi kalau ingin menangis, saya pasti keluar rumah ”, Ungkapnya.
Terkait dengan penyelenggaraan kegiatan doa bersama 1 tahun kepergian Salim Kancil, ia mengucapkan terima kasih yang mendalam untuk panitia, dan seluruh masyarakat Indonesia yang telah ikut mendukung perjuangan suaminya.