Bondowoso – Banjir bandang yang menerjang 2 desa di Kecamatan Sempol, Sabtu (31/1/2015) kemarin diduga karena adanya alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian. Akibatnya, ketika intensitas hujan tinggi, air langsung mengalir ke hilir.
“Dalam satu dekade ini, pembukaan area hutan menjadi lahan pertanian sangat luar biasa besar,” kata Wahyu Giri Prasetyo, saat dihubungi detikcom, Selasa (3/2/2015).
Pegiat lingkungan yang juga staf pengajar di Universitas Moch Sroeji, Jember, ini memaparkan, perubahan peruntukan hutan menjadi lahan pertanian akan memicu masalah baru jika tak dikelola secara baik.
“Sehingga, tidak ada lagi sumber resapan yang dapat menampung air hujan. Saat intensitas hujan tinggi, air akan langsung menggerus tanah yang telah beralih fungsi itu,” jelas Wahyu.
Sementara itu, Humas Perhutani KPH Bondowoso Sunaryo, kepada wartawan berkelit jika banjir bandang itu semata lantaran intensitas hujan yang tinggi. Menurutnya, kebakaran di Gunung Suket juga jadi salah satu sebab banjir tersebut.
“Kebakaran itu siklusnya setiap 5 tahun. Kalaupun kemudian hutannya tumbuh lagi, hanya ilalang saja yang tumbuh,” kata Sunaryo.
Data yang dihimpun, saat ini di lereng Gunung Ijen dan Raung, sedikitnya ada 700 hektar lahan pertanian sayur mayur. Area pertanian baru tersebut merupakan area hutan milik Perhutani yang sengaja dibuka untuk lahan pertanian.
Sebelumnya, banjir bandang menerjang dua desa di Kecamatan Desa Sempol. Banjir itu mengakibatkan puluhan rumah, sejumlah fasilitas umum, dan infrastruktur rusak parah. Tak ada korban jiwa dalam kejadian yang menimpa desa pintu masuk kawasan Gunung Ijen ini, namun kerugian ditaksir mencapai ratusan juta.