Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Provinsi Jawa Timur mencatat, telah terjadi perusakan lingkungan yang masif dan sistemik di Jawa Timur sepanjang 2013 hingga medio 2014. Akibat perusakan lingkungan itu, setidaknya 3.846 hektare lahan gagal panen dengan merenggut 17 korban jiwa dan ratusan warga mengungsi.
“Total ada 187 bencana ekologis di 804 desa atau kelurahan yang mencakup semua kabupaten/kota di Jawa Timur,” kata Ketua Divisi Advokasi Walhi Jawa Timur, Muhammad Rosul, saat memperingati Hari Lingkungan Hidup sedunia di markas Walhi Jatim, Kamis 5 Juni 2014.
Pada daerah bencana itu, Walhi menemukan bukti ada eksploitasi besar-besaran yang tidak mengindahkan keselamatan masyarakat. Kerusakan ini menyeluruh di tujuh wilayah krisis yang mencakup Tapal Kuda, Madura, Surabaya Raya, Pantura, Malang Raya dan Matraman.
Di Tapal Kuda misalnya, kata Rosul, proses perusakan lingkungan secara terstruktur diakui pemerintah daerah setempat. “Buktinya, Pemerintah Banyuwangi terus mendukung proses penambangan emas di Tumpang Pitu meski telah diprotes warga,” ujarnya.
Temuan lainnya, ada 470 hektare hutan mengalami kerusakan akibat kebakaran dan pembalakan liar dan 22 kasus pencemaran sungai di sembilan kabupaten/kota. Kasus rusaknya 100 hektare hutan pinus di Trenggalek dan illegal logging, kata dia, butuh waktu minimal 13 tahun untuk mengembalikan fungsi hutan seperti semula. Kerusakan hutan berpengaruh terhadap lingkungan, khususnya ketersediaan air di wilayah bendungan.
Berkaca dari kejadian itu, Rosul, mendesak model kebijakan tata ruang selama ini ditinjau ulang. Khususnya pemulihan wilayah-wilayah yang memiliki nilai strategis secara ekologis, seperti penambahan luasan hutan lindung dan resapan air. “Regulasi pengalihan fungsi lahan harus diperketat.”
(c) www.tempo.co