Warga sekitar Sumber Mata Air Umbul Gemulo menggelar demo di depan area pembangunan Hotel The Rayja mendukung Hakim Bambang H Mulyono yang meninjau lokasi, Senin (28/4/2014).
Yang menarik, demo biasanya didominasi para pria, sekarang para ibu-ibu dan anak turun jalan. Demo warga tersebut menyambut suka cita pergantian hakim dari Eddy Parulian kepada Bambang H Mulyono yang telah bersertifikasi lingkungan.
Pergantian tersebut sebelumnya atas protes warga dan aktivis lingkungan karena Hakim Eddy tidak bersertifikasi lingkungan. Seperti diketahui, Hakim Eddy adalah hakim yang menangani sengketa pembangunan Hotel The Rayja antara pengembang dengan warga sekitar yang sudah berlangsung lebih dari dua tahun.
Para ibu dan anak datang di depan area The Rayja sekitar pukul 10.00. Mereka
mengajak anakanaknya yang sebagian besar masih berusia di bawah lima tahun dengan aksi diam mendukung hakim baru. Salah satu anak terlihat membawa kertas bertuliskan ‘Bapak HakimBu Hakim, Selamatkan Mata Air Sumber Penghidupan Kami’.
Hari itu merupakan kelanjutan sidang sengketa pembangunan Hotel The Rayja. Baru kali ini, unsur Pengadilan Negeri mengunjungi langsung area proyek hotel yang berdekatan dengan Sumber Gemulo.
Tokoh penggerak masyarakat, Rudi mengaku gembira dengan pergantian hakim itu. Ia mengucapkan terima kasih kepada Mahkamah Agung karena telah menunjuk majelis hakim yang bersertifikat lingkungan untuk menuntaskan sengketa gemulo.
“Penunjukan hakim bersertifikat lingkungan menunjukkan bahwa Mahkamah Agung telah melaksanakan peradilan di Indonesia dengan benar,” katanya.
Masyarakat yang mengetahui kehadiran hakim itu langsung menggelar aksi teaterikal sambil berorasi menolak pembangunan hotel. Berbagai tulisan serta foto kondisi proyek dipertunjukkan warga. Mulai dari foto kubangan air yang diduga berasal dari kantong air yang berada di bawah proyek, hingga kerusakan lingkungan yang diakibatkan pembangunan proyek.
Rombongan dari PN Malang tiba sekitar pukul 12.00. Pihak The Rayja hanya
memperbolehkan 10 perwakilan warga ikut masuk ke areal proyek. Pihak The Rayja melarang jurnalis ikut memasuki area proyek yang sebagian sudah berdiri pondasi.
Menurut Rudi, rombongan melihat situasi di dalam area proyek. Saat itu rombongan menemukan adanya batasbatas air di sumber air yang terlihat mulai ada penurunan debit. “Debitnya sudah menurun sekali, kami takutkan apabila pembangunan ini dilanjutkan pasti ada pencemaran,” katanya.
Pengacara pihak The Rayja Sumardan menolak tidak akan mengurus Analisis Dampak Lingkungan (Amdal). Ia berdalih, area yang ada saat ini kurang dari 10.000 hektare, lahan yang ada hanyalah 9,368 meter persegi.
“Di bawah 10 hektare, jadi tidak perlu Amdal, UKL dan UPL saja sudah cukup, tidak ada yang dilanggar, kemudian berkaitan dengan lokasi ini bukan kawasan lingkungan hidup yang harus dilindungi, ini kawasan pemukiman sesuai dengan Perda Wali Kota, peruntukkannya bukan untuk lingkungan hidup,” dalih Sumardan.
Ia mengatakan, pihaknya sudah mematuhi SK Wali Kota yang menghentikan
pembangunan The Rayja. Di sana sudah tidak ada aktifitas pembangunan. ”Sebenarnya hal itu tidak perlu karena kami punya izin, kalau izin belum dicabut, sah-sah saja kami membangun,” pungkasnya
(c) tribunnews.com