Pers Release
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia – Jawa Timur (WALHI Jatim)
Malang Corruption Watch (MCW)
Kita baru saja memperingati Hari Air Sedunia pada tanggal 22 Maret 2014 sebagai penanda penting bahwa masyarakat seluruh dunia harusnya memberi perhatian penuh terhadap persoalan krisis air, dan mendukung upaya-upaya mengurangi ketidakadilan akses terhadap air serta memberi jaminan penggunaan air yang berkelanjutan dalam kerangka ekonomi yang berwawasan lingkungan.
Sayangnya, krisis ekologis terkait hak atas air masih menjadi persoalan yang mendominasi kerusakan lingkungan masyarakat dewasa ini. Merujuk pada data Badan Lingkungan Hidup dan pantauan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia – Jawa Timur (WALHI Jatim) menunjukkan konfigurasi titik mata air dan kebutuhan air di Malang Raya ada dalam titik kritis. Kabupaten Malang misalnya memiliki 873 sumber air dengan debit air bervariasi antara satu liter hingga empat ribu liter per detik. Pada tahun 2008 tercatat sepertiga dari sumber mata air yang ada mengalami penurunan debit. Sementara itu, di Kota Batu tercatat ada 111 titik sumber mata air yang tersebar di tiga Kecamatan dan kesemuanya telah mengalami penurunan. Di Kecamatan Bumiaji, dari 57 titik sumber mata air yag ada, sekarang hanya tersisa 27 titik. Di Kecamatan Batu, dari catatan keberadaan 32 titik sumber mata air yang pernah ada, sekarang hanya tersisa 15 titik, sedangkan di Kecamatan Junrejo, dari 22 titik sumber mata air, sekarang hanya ada 15 titik.
Padahal, kebutuhan air minum untuk kota Malang, diambil dari titik mata air di wilayah-wilayah sekitarnya. PDAM kota Malang mengandalkan dirinya dari setidaknya tujuh sumber mata air: Wendit, Karangan, Binangun, Banyuning, Supit Urang, Dieng dan Candi badut, dengan jumlah pelanggan yang dilayani mencapai sekurang-kurangnya 98 ribu pelanggan.
Namun tampaknya krisis ekologis atas air ini tidak pernah menjadi perhatian serius baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Orientasi pembangunan yang tidak mengindahkan daya dukung lingkungan masih menghiasi kebijakan-kebijakan yang diambil, yang pada gilirannya mengakibatkan konflik yang meluas dengan masyarakat yang menginginkann kelestarian lingkungan hidupnya.
Kasus terakhir yang nampak didepan mata adalah konflik sumber mata air Umbul Gemulo di Kota Batu. Menjamurnya pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan ditengarai menjadi salah satu penyebab kerusakan lingkungan yang terjadi di Kota Batu. Salah satunya adalah pembangunan Hotel The Rayja yang dikhawatirkan oleh masyarakat dari desa Bulukerto dan Bumiaji, Kecamatan Bumiaji, serta desa Sidomulyo Kecamatan Batu akan merusak kelestarian sumber mata air Umbul Gemulo yang selama ini digunakan sebagai sumber air bersih dan kebutuhan pengairan warga disana.
Namun sangat disayangkan, aksi warga untuk mempertahankan kelestarian sumber mata air Umbul Gemulo ini kemudian membuahkan kriminalisasi dan gugatan perdata terhadap warga yang memperjuangkannya. Hingga kini proses pengadilan gugatan perdata kepada pejuang lingkungan hidup ini masih berlangsung. Karena konteks yang dihadapi warga adalah perjuangan lingkungan hidup, warga meminta majelis hakim yang menyidangkan perkara gugatan ini adalah hakim yang memiliki sertifikasi lingkungan sebagai mana diatur dalam Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 134/KMA/SK/IX/2011 tentang penerbitan Sertifikasi Hakim Lingkungan yang ditujukan untuk meningkatkan efektivitas penanganan perkara-perkara lingkungan hidup di pengadilan. Hal ini merupakan bagian dari upaya perlindungan lingkungan hidup dan pemenuhan rasa keadilan masyarakat yang menghadapi kasus-kasus terkait lingkungan hidup.
Menghadapi proses hukum yang sekarang tengah berjalan, warga dan forum masyarakat sipil yang selama ini mendampingi warga menemukan beberapa point yang mengesankan adanya ketidakberimbangan majelis hakim dalam memimpin sidang, antara lain:
1. Hakim mengatakan bahwa untuk melakukan perjuangan terhadap lingkungan, harus ada dampak yang terlihat pada warga terlebih dulu. Hal ini mengesankan bahwa hakim tidak memiliki perspektif keselamatan lingkungan karena masyarakat harus menunggu dampak yang terjadi terlebih dahulu sebelum bisa melakukan usaha perjuangan. Padahal aksi masyarakat melakukan pencegahan sebelum lingkungannya benar-benar mengalami kerusakan adalah salah satu aspek penting perlindungan lingkungan.
2. Hakim mengatakan bahwa seharusnya protes masyarakat terhadap ijin pendirian hotel harusnya dibawa melalui gugatan ke PTUN dan bukannya melakukan aksi demonstrasi serta berkirim surat ke instansi-instansi lain. Padahal pengaduan masyarakat kepada instansi-instansi pemerintahan adalah bagian dari peran aktif masyarakat dalam usaha penyelamatan lingkungannya.
3. Hakim memandang bahwa masyarakat melakukan diskriminasi terhadap pembangunan The Rayja, karena ada bangunan lain di sekitar lokasi sumber Umbul Gemulo selain The Rayja yang telah dibangun meskipun sudah dijelaskan oleh saksi bahwa hal tersebut terjadi karena sebelumnya wilayah Batu adalah bagian dari Kabupaten Malang, dan dalam RTRW Kabupaten Malang pembangunan tersebut diperbolehkan. Sementara RTRW Kota Batu yang sekarang melarang pendirian bangunan di area lindung sumber mata air.
4.Berkaitan dengan pandangan hakim soal diskriminasiyang dilakukan warga, hakim mengatakan dalam kasus pembangunan hotel The Rayja telah terjadi ketidakpastian hukum
5. Hakim telah terkesan berusaha mengkuliahi masyarakat tentang diskriminasi dan kepastian hukum tersebut
6. Hakim tidak menerima pengamatan masyarakat tentang debit air dan mengatakan harus diukur oleh ahli. Meskipun ahli telah mengatakan pengamatan masyarakat adalah bukti yang juga harus dianggap valid dan justru menjadi sumber penelitian, namun pernyataan tersebut tidak dipercaya oleh hakim
7. Hakim selalu membantu pertanyaan penggugat
8. Hakim membatasi hak masyarakat terlibat dalam kehidupan berbangsa bernegara dengan mempertanyakan pilihan-pilihan masyarakat yang relatif buta hukum dengan pernyataan yang bertendensi menyalahkan masyarakat
9. Hakim menginisiasi penggugat mendatangkan ahli ketika penggugat sendiri tidak mendatangkan ahli
Selain itu ada kesan bahwa hakim tidak bertindak secara profesional dengan cara meminta keterangan fakta kepada ahli yang didatangkan untuk didengarkan keterangannya mengenai keilmuannya, serta tidak menyimak jalannya persidangan yang terlihat dengan mengulang pertanyaan yang sudah ditanyakan baik dari pihak tergugat dan pengugat, bahkan mengulang pertanyaannya sendiri karena tidak menyimak jawaban dari saksi.
Karena itu, masyarakat menuntut proses peradilan dapat berlangsung netral dan berimbang serta keputusan yang diambil benar-benar berdasarkan kebutuhan penyelamatan lingkungan hidup. Perihal ketidaknetralan ini didapatkan Selain itu, masyarakat meminta agar majelis hakim memiliki perspektif lingkungan yang baik. Hal ini bisa ditunjukkan dari kemampuan hakim mengungkap fakta-fakta pengadilan yang kuat berdasar pertimbangan lingkungan hidup. Masyarakat juga mengingatkan majelis hakim untuk tidak membuat kesimpulan sebelum semua pemeriksaan bukti-bukti selesai, sehingga proses peradilan dapat berjalan benar-benar sesuai dengan pembuktian yang hadir di tengah pengadilan.
Terkait temuan yang didapat selama proses persidangan ini, warga bersama forum masyarakat sipil yang selama ini mendampingi perjuangan warga akan kembali memantau jalannya sidang selanjutnya serta akan memberikan hasil pemantauan sementara kepada Komisi Yudisial.
Bila jalannya proses pengadilan yang sama tetap berulang, sebagai langkah tindak lanjut, warga bersama forum masyarakat sipil juga akan berkirim surat kepada hakim Mahkamah Agung tentang permohonan pengawasan terhadap proses sidang lingkungan di PN Malang serta juga akan mengirimkan surat kepada Pengadilan Tinggi untuk meminta permohonan pergantian ketua majelis hakim.
Komitmen penyelamatan air dan lingkungan hidup akan diuji melalui proses pengadilan ini, apakah hukum di negeri ini masih bisa menjadi pelindung warga yang tengah berjuang mempertahankan kelestarian sumber mata air dan lingkungannya, ataukah pelanggaran terhadap keberlanjutan hak atas air warga negara yang merupakan hak asasi manusia dan hak konstitusional warga akan dilegalkan melalui keputusan pegadilan.
(c) Walhi Jawa Timur
Kontak Media:
• Rere Christanto (Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye WALHI Jatim)
083 857 642 883
• Lutfiana Mayasari (Kepala Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan MCW)
085 733 478 493
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia – Jawa Timur
Jl. Kutisari Indah Barat IX, No. 15 Surabaya
Telp/Fax : 031- 8490756
edjatim@yahoo.com
www.walhijatim.or.id
Malang Corruption Watch
Jl. Joyosuko Metro 42a, Merjosari, Kota Malang
Telp/Fax: 0341-573650
mcw.malang@gmail.com
www.mcw-malang.org