Kronologi Penangkapan Budi Pego Pejuang Lingkungan Tumpang Pitu Banyuwangi

Sang Pejuang Lingkungan Budi Pego 

Kronologi Tahun 2017-2018

Tanggal 22 Maret 2017: Terkait adanya informasi kegiatan pertambangan di desa mereka, Heri Budiawan (Budi Pego) beserta 50-an orang warga Desa Sumberagung, Pesanggaran, Banyuwangi berencana mendatangi lokasi tersebut. Lokasi ini dikenal oleh warga setempat dengan nama Gunung Gamping. Sesampainya di lokasi, Heri Budiawan dkk mendapatkan temuan berupa; pekerja pertambangan telah melakukan kegiatannya selama 3 bulan, dan ada 3 desa, yakni: Sumberagung, Kandangan, dan Sarongan yang akan dijadikan wilayah operasi pertambangan. Pasca mendapatkan informasi ini, seminggu selanjutnya warga berencana akan melakukan aksi “mengecek langsung” lokasi-lokasi tersebut.

Tanggal 4 April 2017: Karena hujan deras, warga mengubah rencana aksi ke lokasi area pertambangan tersebut dengan aksi pemasangan spanduk penolakan tambang di sepanjang Pantai Pulau Merah (Desa Sumberagung) hingga kantor Kecamatan Pesanggaran. Terkait perubahan rencana aksi tersebut, sekitar pukul 10.00 WIB, warga mulai mengumpulkan beberapa material untuk pembuatan spanduk aksi (kain dan cat semprot). Selanjutnya, aksi pemasangan spanduk tolak tambang dilakukan hingga sore hari.

Tanggal 5 April 2017: Aksi itu dituduh oleh pihak aparat keamanan telah menggunakan logo mirip palu arit di spanduk aksinya.

Tanggal 13 Mei 2017: Pukul 18.30 WIB, 4 orang warga (Heri Budiawan, Andreas, Tri, Ratna) menerima surat panggilan sebagai tersangka. Mereka diduga melakukan tindak pidana melakukan penyebaran dan mengembangkan ajaran komunisme, marxisme-leninisme di muka umum dengan media tulisan (spanduk). Ia dijerat dengan pasal 170a UURI No. 27 Tahun 1999 Tentang Perubahan kitab Undang-undang Hukum Pidana yang berkaitan dengan kejahatan terhadap keamanan negara.
Tanggal 4 September 2017: Heri Budiawan ditahan oleh Kajari Banyuwangi.

Tanggal 23 Januari 2018: Dalam perjalanannya, walaupun Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak pernah mampu menghadirkan bukti fisik spanduk yang dituduhkan dalam setiap persidangan, Heri Budiawan tetap divonis bersalah oleh hakim Pengadilan Negeri Banyuwangi pada Selasa, 23 Januari 2018 dengan penjara 10 bulan.
Tanggal 14 Maret 2018: Majelis hakim PT Jawa Timur yang diketuai oleh Edi Widodo memutuskan menerima permohonan banding JPU Kajari Banyuwangi. Dan memutus pidana penjara selama 10 bulan terhadap Heri Budiawan.

Tanggal 16 Oktober 2018: MA melalui amar putusannya, memutuskan menolak permohonan kasasi Heri Budiawan. Bahkan hakim MA mengubah putusan PN Banyuwangi dan PT Jawa Timur, mengenai pidana penjara Heri Budiawan menjadi 4 (empat tahun). Adapun tim hakim MA yang memutus perkara tersebut adalah: H. Margono, SH., MH., MM, Maruap Dohmatiga Pasaribu, SH., M.Hum, dan Prof. DR. Surya Jaya, SH., M.Hum.

Tanggal 7 Desember 2018: Heri Budiawan mendapatkan sepucuk surat dari Kajari Banyuwangi (Surat Panggilan Terpidana), yang bertujuan untuk pelaksanaan putusan MA tersebut (eksekusi tahap I). Namun anehnya, pasca terbitnya surat eksekusi I tersebut, tim kuasa hukum dan Heri Budiawan belum menerima salinan putusan Kasasi.

Tanggal 21 Desember 2018, Heri Budiawan kembali mendapatkan surat panggilan eksekusi tahap II, yang akan jatuh pada Kamis, 27 Desember 2018. Dan sekali lagi hingga hari ini, tim kuasa hukum dan Heri Budiawan tetap belum menerima salinan putusan Kasasi.
Namun, karena menguatnya solidaritas dari berbagai komunitas akar rumput, akademisi, dan CSO untuk keadilan Budi Pego, eksekusi atas putusan MA yang dinilai tidak adil tersebut tidak terlaksana.

Patut ditambahkan, selain kasus kriminalisasi Heri Budiawan, hadirnya industri pertambangan di Gunung Tumpang Pitu Banyuwangi – yang dioperasikan oleh anak perusahaan PT Merdeka Copper Gold Tbk, yakni PT BSI dan DSI dari sejak tahun 2012, juga telah menyebabkan kriminalisasi pada tahun 2015 (8 orang warga menjadi korban). Lokasi IUP PT BSI dan PT DSI ini terletak di beberapa desa di Kecamatan Pesanggaran, dengan IUP OP BSI seluas 4.998 ha, dan IUP Eksplorasi DSI seluas 6.623 ha.

Kronologi Terkini (2023): Budi Pego Ditangkap Kembali

Tanggal 16 Maret 2023, tim Bumi Suksesindo (BSI) dengan kawalan Polresta, Kodim Banyuwangi, dan Satpol PP melakukan survey pemetaan geologis di Gunung Salakan – tak jauh dari Gunung Tumpang Pitu.

Tanggal 21 Maret 2023, diperkirakan pada pukul 22.00 WIB, ada 9 orang melakukan teror dalam bentuk merusak banner penolakan tambang emas yang terpasang di rumah Budi Pego. Banner ini sudah bertahun-tahun terpasang di rumah Budi Pego. 9 orang perusak banner ini datang ke rumah Budi Pego dengan berkendara 3 sepeda motor. Para perusak banner ini melarikan diri setelah aksinya diketahui oleh Budi Pego.

Sekitar tanggal 21 sampai 23 Maret 2023, terhitung sejak teror perusakan banner tersebut, pihak keluarga Budi Pego melakukan penjagaan setiap malamnya di rumah Budi Pego.

Jumat 24 Maret 2023, Budi Pego tiba-tiba ditangkap tanpa penjelasan, sekitar pukul 17.00 WIB. Belasan anggota Polresta Banyuwangi dan Kejaksaan Negeri Banyuwangi dengan mengendarai 4 Mobil mendatangi rumah Budi Pego. Budi Pego yang baru pulang berkebun dan mencari rumput, langsung ditahan.

Dalam penangkapan itu, Budi Pego berusaha mempertanyakan dasar penangkapan dirinya, dan meminta surat penangkapannya. Namun, surat penangkapan hanya ditunjukkan dengan waktu yang sangat singkat, tanpa memberi kesempatan kepada Budi Pego maupun menantunya untuk membaca surat tersebut.

Saat ini Budi Pego sedang berada di Lapas Banyuwangi dengan penahanan dari Kejaksaan RI Banyuwangi.

Penahanan atas Budi Pego didasarkan pada putusan kasasi Mahkamah Agung yang menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara terhadap dirinya. Penahanan ini sendiri sudah dipeti-es-kan selama 5 tahun, sehingga bagaimana unsur politis ada dalam kasus ini, terutama dalam hal membungkam suara pejuang lingkungan.

Cerita ini mengantarkan kita pada kisah pilu nasib pejuang lingkungan dan HAM di Indonesia. Sekaligus merobek-robek nilai dan semangat yang telah tertuang dalam pasal 66 UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Sebagaimana diketahui bunyi pasal 66 tersebut adalah “Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata”.